TUGAS
PENGANTAR KAJIAN ISLAM
DI SUSUN OLEH :
1.
Cicih Riswati
2.
Erni
3.
Ida Mulyati
4.
Kadmini
5.
Siti Robe’ah
6.
Siti Rohayati
7.
Sri Isneti
8.
Sri Wahyuni
SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA
“ MADANIYAH ”
JALAN PENGERAN KEJAKSAN KECAMATAN SUMBER
TAHUN 2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 1
1.3 Tujuan .......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Akidah ......................................................................................... 2
2.2 Ibadah .......................................................................................... 3
2.3 Akhlak ......................................................................................... 8
2.4 Perundang-Undangan .................................................................. 10
|
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur alhamdulillah kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas Pengantar Kajian Islam ini.
Penyusun ucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penyusun dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun mengharap segala saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penyusun sendiri maupun bagi pembaca pada umumnya terima kasih.
Cirebon, April 2015
Penyusun,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami tentang akidah.
2. Mengetahui dan memahami tentang ibadah.
3. Mengetahui dan memahami tentang akhlak.
4. Mengetahui dan memahami tentang perundang-undangan dalam islam.
BAB II
|
|
PEMBAHASAN
2.1 AKIDAH
Akidah Islam merupakan penutup akidah samawi
(risalah langit) yaitu berupa keimanan kepada Allah, hari akhir, para malaikat,
kitab-kitab suci dan para nabi. Kaidah merupakan hakikat abadi yang tidak
mengalami proses evolusi dan tidak pernah berubah yaitu akidah tentang Allah
dan hubungan-Nya dengan alam ini, tentang alam nyata yang diperlihatkan kepada
manusia dan tentang alam ghaib yang tidak diperlihatkan padanya, tentang
hakikat kehidupan ini dan peran manusia di dalamnya serta nasib manusia setelah
kehidupan dunia.
a.
Eksistensi Allah Ta’ala
Al-Qur’an telah membuktikan
tentang eksistensi Allah dengan berbagai metode :
1. Mengalihkan akal dan nalar
kepada ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan Allah) di alam yang berbicara bahwa dibaliknya
ada pencipta yang maha bijaksana.
Firman Allah :
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun
ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah
mencitpakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka
katakan)” (Ath-Thuur : 35-36)
2. Menggugah fitrah sehat
manusiayang dengannya seseorang dapat langsung mengetahui bahwa ia memiliki
Tuhan dan sesembahan yang maha kuat dan maha besar yang melindungi dan merawatnya.
(QS. Ar-Ruum : 30)
3. Quotasi (pengambilan fakta)
oleh Al-Qur’an berdasarkan fakta sejarah manusia bahwa keimanan kepada Allah
dan rasul-rasul-Nya merupakan suatu bahtera keselamatan bagi para penganutnya
dan bahwa pendustaan terhadap Allah dan rasul-rasul-Nya
merupakan suatu ancaman y ang berupa kehancuran dan kemusnahan. Seperti tentang
Nuh as. Al-Qur’an menyebutkan dalam QS. Al-A’raf : 64)
b.
Sesungguhnya
Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa
Allah SWT adalah rabb yang maha esa, tidak punya sekutu dan tidak
punya tandingan dalam dzat, sifat atau perbuatan-Nya.
“Katakanlah : Dialah Allah
yang maha esa, Allah adalah Ilah yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia
tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara
dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas : 1-4)
c.
Kesempurnaan Allah Ta’ala
Bukti yang menunjukkan pada
kesempurnaan Allah adalah alam yang indah dengan apa yang ada padanya berupa
keteraturan yang menakjubkan, fitrah manusia yang terang telah menunjukkan
kepada hal itu, dan risalah Allah kepada para Nabi-Nya telah menjelaskan secara
rinci hal itu pula.
d.
Iman Kepada Kenabian
Adalah suatu hal yang
bijaksana dalam pengutusan rasul-rasul-Nya dengan membawa keterangan petunjuk
agar supaya para rasul itu dapat menunjuki manusia kepada Allah dan menegakkan
timbangan secara adil diantara hamba-hamba Allah.
e.
Hidayah Allah SWT
Petunjuk (hidayah) dengan
melalui wahyu merupakan hidayah tertinggi yang diberikan Allah kepada manusia.
1. Hidayah fitriyah alamiyah
yaitu berupa insting yang ada pada manusia, hewan maupun makhluk hidup lainnya,
seperti bayi menangis ketika lapar, tumbuhan yang menghisap makanannya dari
sari pati tanah, burung yang membuat sarang, dll. (QS. An-Nahl : 68)
2. Hidayah indera yaitu hidayah
indera lahiriyah seperti pendengaran, penglihatan, penciiuman dan indera perasa
dan indera batiniyah seperti rasa lapar, haus, gembira dan sedih.
3. Hidayah akal dengan
kemampuan dan kekuatannya yang berbeda-beda yaitu lebih tinggi peringkatnya
daripada indera. (QS. Al-Baqarah : 21)
f.
Iman kepada Hari Akhirat
Akal yang percaya kepada
keadilan Allah yang maha esa tidak akan puas menerima begitu saja, bahka ia
akanmenuntut diadakannya negeri lain dimana orang yang berbuat baik diganjar
dengan kebaikannya dan orang yang berbuat jelek akan diganjar dengan
kejelekannya. Adapun membangkitkan kembali makhluk hidup setelah kematian
bukanlah perkara yang berat bagi Allah yang telah menciptakan mereka untuk
pertama kalinya. (QS. Ar-Ruum : 27)
g.
Karakteristik Akidah Islam
1. Akidah yang jelas
“Maha suci Allah, bahkan ap ayang ada di langit
dan di bumi adalah kepunyaan Allah, semua tunduk kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah :
116)
2. Akidah Fitrahyaitu akidah
yang tidak asing dari fitrah dan tidak bertentangan dengannya, bahkan ia sesuai
dengan fitrah. (QS. Ar-Ruum : 30)
3. Akidah yang Solid (Kokoh) yaitu
akidah solid yang baku, tidak menerima tambahan dan pengurangan serta tidak
mengalami distorsi dan perubahan.
Nabi saw. bersabda :
“Barangsiapa yang mengada-adakan dalalm urusan
kami sesuatu yang tidak berasal darinya maka ia adalah tertolak.” (Muttafaq
‘Alaih)
4. Akidah Argumentatif yaitu
yang tidak cukup dalam menetapkan persoalan-persoalannya dengan mengandalkan
dokktrin lugas dan instruksi keras, serta tidak menyatakan sebagaimana yang
dikatakan sebagian akidah selain Islam. (QS. Al-Baqarah : 111, An-Naml : 64)
5. Akidah islam adalah akidah
moderat yaitu akidah pertengahan yang mana tidak akan mendapatkan padanya sikap
berlebih-lebihan maupun pengurangan. (QS. Al-Mu’minun : 84-89)
2.2 IBADAH
a.
Tugas
Manusia dalam Kehidupan
Mengapa
aku tercipta? Apa tugasku di alam kehidupan? Dan apa risalah (misi) ku dalam
kehidupan?
Sebuah
pertanyaan yang wajib untuk ditanyakan oleh manusia – setiap manusia – kepada
dirinya dan agar berfikir sungguh-sungguh untuk menjawabnya.
Karena
setiap orang yang bodoh – berapapun besar akibat kebodohannya, tujuan hidupnya
akan tugas kewajiban umat manusia serta bodoh akan hakekat dirinya sendiri yang
berada di muka bumi.
Setiap
manusia yang berakal untuk segera menanyakan pada dirinya secara serius pertanyaan
“mengapa aku tercipta? Apa tujuan penciptaanku? Dan mengapa manusia diciptakan?
Allah
menjawab bahwa ia menciptakan manusia supaya menjadi khalifah di muka bumi,
firman Allah:
“ sesungguhnya
aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi, “mereka berkata: mengapa
engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusuhan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji engkau dan mensucikan engkau? “allah berfirman : “sesungguhnya
aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-baqoroh: 30)
Hal pertama dari kekhalifahan ini
adalah manusia mengenal rabbnya dengan sebenar-benarnya. Manusia adalah untuk
menyembah-Nya (beribadah pada-Nya) serta untuk melaksanakan haknya semata.
Manusia
menurut ketentuan fitrah akan logika alam adalah hanya untuk Allah dan bukan
untuk lain-Nya.
b.
Panggilan
Pertama Pada Setiap Risalah Adalah: (Sembahlah Allah, Kalian Tidak Punya Tuhan
Selain-Nya)
Firman
Allah
“bukankah aku
telah memerintahkan kepadamu hai bani Adam supaya kamu tidak menyembah syetan?
Sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu, dan hendaklah kamu
menyembahku inilah jalan yang lurus.” (Yasin : 60 – 61)
Tujuan
terbesar dari pengiriman para nabi, pengutusan para rasul dan penurunan kitab –
kitab suci adalah untuk mengingatkan manusia kepada taklid (ikut-ikutan).
c.
Pengertian
Ibadah dan Hakekatnya
Arti ibadah menurut bahasa (etimologis)
menurut
kamus “Ash-Shihah” arti asal Al-Ubudiyah/ Al-Abdiyah, Al-Ubudiyah dan Al-Ibadah
berarti ketaatan (Thoah) adalah ketundukan dan kerendahan At-Ta’bid berarti
penghambaan. Al Ibadah berarti ketaatan dan At-Ta’abbud berarti penyembahan
ritual. Dikatakan thoriq mu’abbad (jalan yang mulus) dan Al –Ba’ir Al-
Mu’abbad, yaitu unta yang jinak dalam iring-iringan unta.
Firman
Allah. SWT.
“Maka
masuklah ke dalam jamaah hamba-hambaku.” (Al-Fajr :29)
Artinya
masuklah ke dalam golonganku, maka firman tersebut menambahkan sebuah arti baru
yaitu al-wala (loyalitas dan pemihakan)
Menurut
Al- Mukhosos arti asal ibadah adalah ketundukan, diambil dari perkataan orang
arab, thoriq mu’abbad (jalan mulus) yaitu karena sering dilalui, dan darinya
diambil kata “Al-Abd”(hamba) karena kehinaan terhadap tuannya.
Al-Ibadah,
Al-Khudhu, At-Tadzallul dan Al-Istikhanah adalah saling berdekatan artinya.
Dikatakan : Ta’abbada fulaan li fulaan (jika seseorang merendahkan atau
menghinakan dirinya kepada fulan.
Setiap
“ketundukan” yang tidak ada lagi di atasnya ketundukan lagi merupakan suatu
ibadah. Ibadah merupak suatu bentuk ketundukan yang mana tidak berhak atasnya
kecuali sang pemberi nikmat yang berupa kenikmatan tertinggi seperti kehidupan,
pemahaman, pendengaran dan penglihatan.
Arti Ibadah Menurut Syariat Adalah
Ketundukan dan Kecintaan
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah mengatakan dalam risalahnya tentang “ubudiyah” (ibadah).
“Agama
mencakup arti ketundukan dan kerendahan dikatakan: dintuhu fadaana, artinya
saya menundukkannya maka ia menjadi tunduk, dan dikatakan yadiinullah wa yadiin
lillahi, artinya ia menyembah Allah, menaatinya dan tunduk kepadanya.”
Dan
ibadah arti asalnya adalah ketundukan juga. Dikatakan thoriq mu’abbad (jalan
mulus) jika datar karena sering diinjak-injak kaki. Akan tetapi ibadah yang
diperintahkan adalah mencakup arti ketundukan dan kecintaan, maka ia mengandung
“ketundukan optimal” kepada Allah ta’ala disertai dengan kecintaan optimal
kepadanya. Maka sesungguhnya peringkat terakhir “Al – Hubb” (kecintaan) adalah
“At-Tatayyum” (penghambaan diri) dan peringkat permulaanya adalah “Al –
‘Alaqah” (hubungan) karena pertalian hati dengan yang dicintai (al – mahbub),
kemudian “Ash – Shababah” (kerinduan) karena kerinduan hati padanya, kemudian
“Al – Ghorom” (kegandrungan kangen) yaitu kecintaan yang melekat pada hati,
kemudian “Al – Lsyq” (kasmaran) dan peringkat terakhir adalah “At-Tatayyum”
(penghambaan diri). Dikatakan : taimullah artinya hamba Allah, maka Al –
Muttayyim dalah orang yang menghambakan diri kepada yang dicintainya.”
Dengan
penjelasan yang dalam hal ini tentang arti ibadah dan hakikatnya, kita dapat
mengetahui bahwa ibadah yang disyariatkan, kita dapat mengetahui bahwa ibadah
yang disyariatkan haruslah memiliki dua hal:
Pertama
: komitmen dengan apa yang disyariatkan Allah dan diserukan oleh para rasulnya
baik berupa perintah maupun larangan, penghalalan maupun pengharaman. Inilah
yang merupakan unsur ketaatan dan ketundukan kepada Allah.
Kedua :
komitmen ini keluar dari hati yang mencintai Allah ta’ala tidak ada dalam
kehidupan ini yang lebih pantas dari Allah.
Apabila
Allah telah menciptakan kita untuk menyembahnya, artinya untuk menaati, dengan
disertai ketundukan optimal, yang dipadu dengan kecintaan yang optimal lalu
dalam apakah seharusnya ketaatan ini? Sesungguhnya jawaban pertanyaan akan menjelaskan kepada kita suatu hakekat
yang sangat penting, yaitu komprehensif (cakupan yang menyeluruh) arti ibadah
dalam islam dan keluasan cakrawalanya. Komprehensif ini memiliki dua bentuk
penampilan.
Pertama
: cakupannya atas semua dimensi agama dan semua aspek kehidupan.
Kedua :
cakupannya atas semua eksitensi manusia lahir dan batin, seperti yang akan kami
jelaskan hal itu berikut ini.
d.
Cakupan
Ibadah atas Semua Dimensi Agama
Ucapan syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah
Ibadah
adalah sebuah kata yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan
diridhai-Nya dari perkataan dan perbuatan, yang lahir dan batin.
Dan
terakhir ibadah yang mencakup dua fadhu (kewajiban) besar yang mana keduanya
merupakan pagar semuanya itu dan pengendaliannya yaitu:
1.
Amar ma’ruf dan
nahi mungkar
2.
Berjihad melawan
kaum kafir dan munafik di jalan Allah.
Ibnu
Taimiyah mengatakan : “segala sesuatu yang di perintahkan Allah kepada hambanya
dan berbagai sarana (untuk memakai/ mendayagunakannya) merupakan suatu ibadah.
e.
Ibadah
Mencakup Semua Aspek Kehidupn
Kita
mendapat kitabullah Al – Karim berbicara kepada orang – orang mukmin dengan
perintah – perintah taklifiyah (kewajiban) dan hukum – hukum syariat, yang
mencakup berbagai aspek kehidupan.
Dengan penjelasan
ini jelaslah bagi kita suatu hakekat penting yang mana masih banyak dari umat
islam yang tidak mengetahuinya.
Jadi
sesungguhnya ibadah kepada Allah bukan sebatas kepada shalat, puasa, haji (apa
yang menyertainya), tilawah, dzikir, doa dan istighfar sebagiaman yang
terlintas dibenak kebanyakan umat islam
jika mereka diajak beribadah kepada Allah, dan sebagaimana yang dikira oleh
kebanyakan dari orang – orang yang taat beragama bahwa mereka jika telah
menegakkan ibadah – ibadah ritual ini mereka merasa telah menunaikan hak Allah
dan telah melaksanakan kewajiban ibadah kepada Allah secara sempurna.
Sebenarnya
bidang ibadah yang merupakan tujuan Allah menciptakan manusia dan yang
dijadikannya sebagai tujuan manusia dalam kehidupan dan obsesinya di muka bumi
adalah bidang yang sangat lapang dan luas. Ia mencakup semua urusan manusia dan
meliputi semua kehidupannya.
f.
Ibadah
Adalah Mengikuti Konsepsi Allah dan Syariat-Nya
Sesungguhnya
konsekuensi Ibadah manusia hanya kepada Allah adalah menundukkan segala
urusannya kepada apa yang dicintai Allah Ta’ala dan diridhai-Nya, dan
keyakinan, ucapan dan perbuatan, serta mengkondisikan hidup dan perilakunya
sesuai dengan petunjuk Allah dan syariat-Nya. Jika Allah Ta’ala menyuruh atau
melarangnya, atau menghalalkan baginya atau mengharamkan atasnya maka sikapnya
dalam hal itu semuanya adalah :
“kami dengar dan
kami taat. Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada engkaulah tempat kembali.”
(Al-Baqarah : 285)
Dalam
hal ini Al-Qur’an Al Karim mengatakan :
“Dan tidaklah
patut bagi laki – laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin
apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi
mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, secara nyata.” (Al – Ahzab
: 36)
g.
Amal
Sosial yang Bermanfaat Merupakan Ibadah
Sesungguhnya
setiap amal sosial yang bermanfaat Islam menganggapnya sebagai suatu ibadah
yang termasuk paling mulia selama niat pelakunya adalah baik, tidak memburu
pujian dan tidak mencari nama yang semu (reputasi) di tengah manusia.
Abu
Hurairah meriwayatkan dari Rasullah.SAW. sabdanya :
“setiap
persendian dari manusia wajib atasnya sedekah (shodaqoh) pada setiap hari
terbitnya matahari; berlaku adil antara dua orang adalah sedekah, menolong
seseorang pada kendaraanya, lalu ia mendukungnya atau mengangkatkan barangnya
ke atas kendaraan merupakan sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, setiap
langkah menuju shalat adalah sedekah, dan menyingkirkan bahaya adalah sedekah.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
h.
Pekerjaan
Manusia dalam Pencahariannya Adalah Ibadah dengan Beberapa Syarat
Seorang
petani di ladangnya, seorang pekerja di pabriknya, seorang pedagang di tempat
niaganya, seorang pegawai di kantornya, dan setiap pengrajin di bengkelnya
dapat menjadikan pekerjaan dan mata pencahariaanya itu bagaikan shalat dan
jihad di jalan Allah, jika ia komit dengan syarat-syarat berikut :
1.
Pekerjaan itu
dibolehkan menurut pandangan Islam.
2.
Disertai niat
yang baik.
3.
Melaksanakan
pekerjaan dengan penuh ketekunan dan secara ihsan.
4.
Beriltizam
(komitmen)
5.
Pekerjaan
duniawiahnya tidak melalaikan dari kewajiban – kewajiban agamanya.
(Al-Munafiqun : 9) (An-Nur : 37)
Sampai
Pekerjaan Naluri dan Melampiaskan Hasrat Seksual Merupakan Suatu Ibadah
Fakta paling
nyata yang membuktikan hal itu adalah apa yang disabdakan Nabi. SAW. Kepada
para sahabatnya :
“Dan dalam
coitus (jima) salah seorang kamu (dengan istrinya) adalah shadaqah ”meraka
bertanya : “Apakah salah seorang kita menyalurkan nafsu seksualnya dan ia
mendapatkan pahala padanya?” Beliau menjawab: Apa pendapat kamu sekalian jika
ia menyalurkannya dalam hal haram apakah ia mendapatkan dosa? “mareka
mengatakan: “Ya! “Beliau bersabda: Demikian pula jika ia menyalurkannya pada
yang halal, maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim dan At-Tirmidzi)
i.
engaruh
Komprehensifitas Ibadah Dalam Diri dan Kehidupan
Pengaruh
yang paling dalam adalah ada dua hal:
Pertama
: membentuk kehidupan seorang muslim dan kelakuannya dengan corak rabbani, dan
menjadikannya berorientasi kepada Allah dalam sesuatu yang dilakukannya untuk
kehidupan, ia melaksanakannya dengan niat seorang ‘abid yang hkusyu’ dan dengan
jiwa (ruh) seorang hamba yang tekun dan tenggelam dalam hadiah.
Kedua :
memberikan kepada seorang muslim kesatuan orientasi dan kesatuan tujuan dalam
semua aspek hidupnya. Dia ‘ridha’ dengan Allah Rabb Yang Maha Esa dalam setiap
apa yang dilakukan dan yang ditinggalkannya serta menghadap (berorientasi)
kepada Rabb ini dengan segenap amal usahanya; duniawi dan ukhrawil tidak ada
sikap dikotomi, dilemahkan dan dualisme dalam kepribadiannya maupun dlam
hidupnya.
j.
Cakupan
Ibadah terhadap Semua Eksitensi Manusia
Seorang
muslim beribadah kepada Allah dengan hati melalui “instuisi rabbani” dan
“perasaan pengalaman rabbani” seperti; rasa cinta kepada Allah dan takut
pada-Nya, berharap rahmat-Nya dan takut akan siksa-Nya, ridha dengan takdir-Nya
sabar terhadap musibah-Nya, mensyukuri nikmat-Nya, malu, bertawakkal dan ikhlas
pada-Nya.
k.
Rahasia
dan Tujuan Ibadah
Mengapa Kita Beribadah Kepada Allah?
Dia
telah memberitahukan jawaban kepada kita menurut tuturan Nabi Sulaiman dam
Al-Qur’an:
“Sulaiman
berkata: ‘Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur
atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka
sesungguhnya ia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang
ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia’.” (An-Naml: 40)
Dan
berfirman:
“Hai manusia,
kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Mahakaya (tidak
memerlukan sesuatu) lagi Mahaterpuji.” (Fathir: 15)
Allah.SWT.
berfirman dalam hadits qudsi:
“Wahai
hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kamu sekalian tidaklah dapat membahayakan-Ku dan
tidaklah kamu dapat memberikan manfaat kepada-Ku. Wahai hamba-hamba-Ku, kalau
seandainya orang pertama kalian sampai yang terakhir kalian, bangsa manusia
kalian dan bangsa jin kalian mereka semuanya sama berada dalam kondisi hati
yang paling takwa, tidaklah hal itu menambah sesuatu pun dalam kerajaan-KU.
“Wahai
hamba-hamba-Ku, kalau seandainya orang pertama kalian sampai orang terakhir
kalian, bangsa manusia dan bangsa jin kalian mereka semuanya sama berada dalam
kondisi hati yang paling jahat di antara kalian, tidaklah hal itu mengurangi
sesuatu pun dari kerajaan-Ku.”(HR. Muslim)
l.
Ibadah
Merupakan Santapan Rohani
Ibnu
Taimiyah berkata:
“Hati
itu sendiri membutuhkan kepada Allah dari dua arah, dari arah ibadah dan dari
arah memohon pertolongan dan tawakkal. Hati tidak akan menjadi baik, beruntung,
merasakan nikmat, merasakan bahagia, merasa enak, merasa nyaman, merasa tenang
dan tenteram kecuali dengan beribadah kepada Rabbnya semata-mata, dengan
mencintai dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Walaupun
ia mendapatkan segala yang enak dari makhluk maka ia belumlah dapat merasa
tenang dan tenteram karena – secara fitrah – terdapat pada dirinya kebutuhan
yang bersifat pribadi kepada Rabbnya dalam status-Nya sebagai sesembahan,
kecintaan dan kebahaian, kelezatan dan kenikmatan, ketenteraman dan ketenangan.
m.
Ibadah
kepada AllahMerupakan Jalan Kebebasan
Tidak
ada yang dapat mendatangkan kebahagiaan dan kedamaian dalam hatinya melebihi
dari arahan dambaannya kepada Tuhan (ilah) Yang Maha Esa yang berkah
satu-satu-Nya atas ketundukan dan kecintaan, maka hatinya tidak lagi
terbagi-bagi kepada ilah-illah dan tuhan-tuhan yang semu:
“Allah membuat
perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimilikil oleh beberapa
orang yang berserikat yang dalam
berselisih dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki
(saja); Adakah kedua budak itu sama halnya?” (Az-Zumar : 29)
Maka
seorang hamba yang menjadi milik penuh satu tuan, ia akan merasakan kenyamanan.
Jika ia mengetahui apa yang diridhai (disukai) tuannya serta merta ia tinggal
menjalankan dengan rasa nyaman dan lega. Adapun seorang hamba yang dimiliki
oleh beberapa tuan berserikat yang saling bertikai, yang mana salah satu mereka
memerintahkan kepadanya dengan kebaikan apa yang diperintahkan oleh yang
lainnya, maka alangkah celaka dan malangnya orang itu.
n.
Ibadah
Merupakan Ujian Allah yang Menempa Manusia
Manusia
di dalam negeri yang fana’ (pasti akan lenyap) hanyalah berbenah untuk negeri
yang kekal, ia diangkat Allah sebagai khalifah di sini agar bersiap-siap dan
tertempa untuk hidup kekal di sana, dan tidak ada sesuatu pun yang dapat
menempa, mensucikan dan menyiagakannya kecuali ujian, ia merupakan sebuah
wahana di mana jiwa melebur dan ruh menjadi bening. Allah telah berkehendak
untuk menciptakan manusia sebagai suatu jenis yang istimewa berbeda dari yang
lainnya, dengan apa yang tersusun padanya dari unsur-unsur terpadu yang dapat
membawanya naik ke langit dan dapat mendaratkannya ke bumi, maka dari itu
terdapat padanya naluri instink (gharizah) dan nafsu syahwat, akal dan
kehendak, materi dan ruh.
o.
Ibadah
Merupakan Hak Allah Atas Hamba-Nya
Tidak
heran jika Al-Khalik pemberi nikmat ini memiliki hak untuk menerima ibadah,
permohonan pertolongan, pemanjatan doa dan bersimpuhnya hamba di pintu-Nya yang
mulia dengan sikap penuh kepasrahan, penyerahan dan kepatuhan:
“Sucikanlah nama
Rabbmu Yang Mahatinggi, yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya),
dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk, dan yang
menumbuhkan rumput-rumputan lalu dijakan-Nya rumput-rumput itu kering
kehitam-hitaman.”(Al-A’la: 1–5)
“Hai manusia, sembahlah
Rabbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu
bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit
sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan
dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu.”(Al-Baqarah: 21-22)
2.3 AKHLAK
KEDUDUKAN AKHLAK DALAM ISLAM
Risalah islam dalam
emmbagi risalahnya menjadi empat cabang, Aqidah, Ibadah, Mu’amalah. Akhlak
islam dalam tingkat substansi esensialnya, merupakan suatu risalah moral
(Akhlak) dengan segala pengertian yang dikandungnya. Merupakan suatu risalah
dari kedalaman dan cakupan menyeluruh.
AQIDAH ISLAM DAN AKHLAK (MORAL)
Aqidah islam
dasarnya adalah tauhid lawannya adalah syirik. Islam menuangkan pada tauhid, celupan
(Sibghroh) moral. Maka, islam menganggapnya termasuk dalam kategori keadilan
yang merupakan nilai luhur moral. Sebagaimana ia menganggap syirik termasuk
kedalam kategori kedzaliman yang merupakan moral yang hina.
QS Luqman : (1)
“Sesungguhnya
menyekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar.” Keimanan yang
sempurna akan memberikan buahnya yang termanivestasikan dalam nilai luhur
moral.
QS AL-Anfal : 2-4
” Sesungguhnya orang-orang yang beriman
itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan
apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (
karenanya )” dan kepada Robblah mereka bertawakal yaitu
orang orang yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dan rezeki yang
kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan
sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian disisi
robbnya dan ampunan serta rezeki yang mulia.
Hadits Nabi
mengaitkan nilai-nilai moral dengan keimanan “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia
menyambung tali silaturahmi, barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir
hendaknya ia mengatakan yang baik atau diam”
IBADAH DAN AKHLAK
Ibadah islam yang
besar memiliki tujuan moral yang jelas. Sholat merupakan ibadah harian utama
dalam kehidupan seseorang muslim memiliki fungsi yang mulia dalam pembentukan
motivasi dan control internal pribadi dan pembinaan jiwa.
QS Al-Ankabut : 45
“dan dirikanlah shalat; sesungguhnya
shalat itu mencegah dari yang keji dan yang munkar.”
Zakat merupakan sarana pensucian dan
perkataan dalam dunia moral (Akhlak).
Puasa bertujuan
Pengglembengan (Pelatihan) jiwa agar dapat menahan diri dari hawa nafsu dan
merukan revolusi terhadap adat kebiasaan.
QS AL-Baqarah : 183
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa”
Haji merupakan
pelatihan seorang muslim pada pensucian jiwa, melepaskan diri dari segala iktan
selain Allah, dan bersikap mulia untuk menjauh dari gemerlap dan glamour
kehidupan.
MORAL DAN EKONOMI
Akhlak islam memiliki ruang lingkup
dan implementasinya dalam persoalan materi dan ekonomi, baik dalam bidang
produksi, sirkulasi, distribusi, ataupun konsumsi.
Ekonomi tidak boleh melesat lepas
batasan dan ikatan tidak terikat dengan nilai dan etika. Badan bidang sirkulasi
perdagangan, tidak boleh menjadikan khamer, babi, bangkai, patung sebagai bahan
komoditi.
Dalam sebuah hadits,
Sesungguhnya Allah jika mengharamkan sesuatu, maka Dia
mengharamkan ( pula ) hasil penjualannya.
POLITK DAN MORAL
Politik Islam
bukanlah politik Maclavelli yang berpandangan bahwa tujuan dapat menghalalkan
segala cara dalam bentuk apapun.
Politik Islam adalah
sebuah politik prinsip dan nilai yang selalu komit dengannya dan tidak terlepas
darinya walaupun dalam kondisi paling krisis.
Politik Islam dalam
Negeri harus berlandaskan pada azaz keadilan, kelurusan, dan persamaan antara
semua rakyatnya dalam masalah hak, kewajiban, dan hukuman.
PERANG DAN MORAL
Perang tidak berarti
meniadakan kehormatan dalam perseteruan, keadilan dalam perlakuan dan
perikemanusiaan dalam perang dan usai peperangan.
Sesungguhnya perang
merupakan suatu keharusan aksiomatik yang diharuskan oleh tabiat social manusia
dengan tabiat untuk saling berjuang membela diri dan menolak musuh yang
berlangsung antar manusia.
Kalaupun terpaksa
harus ada perang maka hendaklah ia
merupakan suatu yang dikontrol oleh moral (akhlaq), serta tidak terbawa oleh
arus hawa nafsu.
QS. Al-Baqarah : 90
”Dan
perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah
kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas.”
Ketika
terpaksa perang maka hendaklah merupakan suatu peperangan yang berada di jalan
Allah, terikat dengan moral kasih saying, toleransi. Karena Islam berpesan agar
tidak dibunuh kecuali orang yang ikut berperang dan Islam memperingatkan dari
berbuat khianat, (melakukan kelicikan), mencincang mayat (musuh), menebang
pepohonan, menghancurkan bangunan, dari membunuh kaum wanita, anak-nak, orang
tua, para pendeta, para petani yang mengkhususkan diri untuk bercocok tanam.
Selesai
usai peperangan tidak boleh dilupakan aspek peri kemanusian dan moral dalam
perlakuan para tawanan dari korban perang.
ANTARA MORAL
ISLAM DAN MORAL YAHUDI dan NASRANI
Allah
menitipkan kepada para ulama Bani Israil dan pendeta mereka kitab illahi untuk
memeliharanya. Karena Allah tidak ingin menangani sendiri pemeliharaannya.
Taurat mengalami perubahan dari tradisi perjalanan masa serta mengalami
distrosi dan konveksi sehingga Taurat memuat banyak kisah para Nabi yang sangat
hina dan keji. Sebagaimana kita melihat para moralitas Taurat suatu tabiat yang
cenderung kepada kehidupan duniawi, materialistis pragmatis rasialis ekstrim.
Adapun
Agama Islam merupakan ajaran Allah terakhir (penutup), telah menjamin kehidupan
untuk manusia, karena itu Allah telah menjamin, memelihara kitab suci Islam
yang tidak ada satupun kata yang berubah dan tidak satu hurufpun berkurang sepanjang
abad.
QS
AL-Hijr : 9
Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.
KARAKTERISTIK
MORAL ISLAM
1. Moral yang beralasan (Argumentasi) dan
dapat dipahami
Islam selalu bersandarkan pada
penilaian yang logis, dan alas an yang dapat diterima oleh akal yang lurus dan
naluri yang sehat.
2. Moral yang universal
Moral islam dalah berkarakter
manusia universal, ia tidak membolehkan bagi suatu ras manusia apa yang ia
haramkan bagi ras yang lain. Bangsa Arab atau Non Arab sama dalam moral.
3. Kesesuian dengan fitrah
Allah tidak membebankan suatu
ajaran kepadanya untuk menekan dan membunuh. Fitrahnya atau meniadakan pengaruh
tabiat fitrah dan membekukannya.
4. Memperhatikan Realita
Moral islam merupakan akhlak
realitas yang tidak mengeluarkan perintah dan larangan kepada orang yang
menghayal. Tapi kepada manusia yang berjalan dimuka bumi. Dorongan nafsu,
keinginan, dan cita-cita. Kecenderungan dan hasrat biologis.
Realitas moral islam adalah tidak
mewajibakan kepada mukmin yang takwa untuk menjadi malaikat yang memiliki sayap
yang tidak melakukan
5. Moral Positif
Merupakan moral positif yaitu
tidak merelakan orang berhias dengan moral islam berjalan mengikuti trend
sosial, mengikuti arus, bersikap lemah dan menyerah tapi moral islah adalah
menggalang kekuatan perjuangan, yang tidak cukup hanya istiqomah hidupnya tapi
berusaha untuk mengistiqomahkan orang lain
6. Komprehensifitas (Cakupan Menyeluruh)
Islam menggabungkan apa yang
dikotomikan manusia
7. Tawazun (Keseimbangan)
Tawazun yang menggabungkan antara
suatu dan kebalikannya sebagai contoh tawazun antara hak tubuh dan hak roh.
2.4 Perundang-Undangan
Kapan Nas-Nash Hukum Dijelaskan Secara Terperinci?
1.
Macam yang dijelaskan dengan nash-nash yang qoth’i
ats-tsubut pasti keabsahannya) dan qath’i ad-dalalah (pasti sifnifikansinya),
macam ini adalah sedikit jumlahnya namun ia merupakan nash hukum y ang sangat
penting karena dapat menggalang satu kalimat dan mewujudkan kesatuan amaliyah
dan akhlaqiyah disamping kesatuan akidah dan instinknya.
2.
Macam hukum yang dijelaskan terperinci oleh nash-nash
yang dzonni ats-tsubut atau dzonni ad-dalalah atau dzonni ats-tsubut syariat,
maka terdapat padanya peluang untuk berbilangnya pemahaman, berbilangnya
kesimpulan pendapat dan ijtihad.
Tujuan Hukum Islam
1.
Agar supaya interaksi antara manusia berlangsung
berdasarkan prinsip atau azas keadilan
2.
Agar supaya terjadi perpsaudaraan diantara umat
manusia
3.
Menjaga kemashlahatan umat manusia
4.
Supaya manusia dapat berkonsentrasi setelah merasa
tenteram dalam bisnis dan kegiatan jual beli dan hubungan antar manusia
No comments:
Post a Comment