FAKTA DAN HIKMAH DIBALIK GERAKAN SHALAT MENURUT ILMU KESEHATAN
A. Takbiratul Ihram
Manfaat: Gerakan ini melancarkan aliran darah, getah bening (limfe), dan melatih otot lengan. Saat mengangkat kedua tangan, otot bahu mengalami peregangan sehingga aliran darah kaya oksigen akan menjadi lancar.
B. Berdiri bersedekap
Manfaat: Gerakan ini menghindarkan gangguan persendian pada tulang-tulang anggota gerak atas
C. Rukuk
Manfaat: Apabila dilakukan dengan sempurna, yaitu tubuh ditekuk membentuk sudut 90 derajat, postur ini akan menjaga kesempurnaan posisi dan fungsi tulang belakang (corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat saraf. Tangan yang bertumpu di lutut berfungsi untuk relaksasi otot-otot bahu hingga ke lengan bawah. Selain itu, rukuk juga dapat melatih sistem kemih sehingga dapat mencegah gangguan prostat.
D. I'tidal
Manfaat: Variasi gerakan berdiri dan bungkuk pada rangkaian gerakan rukuk-i'tidal-sujud merupakan latihan bagi organ pencernaan yang baik. Organ pencernaan dalam perut mengalami pemijatan dan pelonggaran secara bergantian. Hal ini dapat melancarkan dan memelihara fungsi sistem pencernaan.
E. Sujud
Manfaat: Posisi jantung yang lebih tinggi dari otak menyebabkan darah kaya oksigen mengalir lancar menuju otak. Sebuah riset yang dilakukan di AS menyimpulkan bahwa sujud dapat menyebabkan pasokan darah kaya oksigen mengalir lancar menuju otak, hal ini dapat memelihara dan memacu kerja sel-sel otak yang akan meningkatkan kecerdasan. Karena itu, bersujudlah dengan tuma'ninah (tidak tergesa-gesa) agar pasokan darah kaya oksigen mencukupi kebutuhan sel-sel otak. Menurut kabar, seorang dokter berkebangsaan AS dari Harvard University yang telah membuktikan kebenaran hasil riset tersebut melalui penelitian yang dikembangkannya sendiri secara diam-diam mengenai gerakan sujud menyatakan dirinya menjadi muallaf. Bersujud juga dapat mencegah wasir. Khusus bagi wanita, rukuk dan sujud dapat memelihara organ kewanitaan sehingga dapat menjaga keharmonisan rumah tangga. Bersujud juga dapat melatih otot dada. Hal ini disebabkan karena saat sujud, beban tubuh bagian atas bertumpu pada lengan sampai tangan. Hal ini merangsang otot dada untuk ikut berkontraksi. Bagi pria, hal ini berguna untuk membentuk tubuh lebih indah. Bagi wanita, hal ini dapat membantu mengencangkan dan memperindah payudara dan meningkatkan kualitas ASI. Sujud juga dapat melatih otot perut dan rahim untuk berkontraksi sekuat mungkin saat persalinan sehingga mempermudah proses persalinan, hal ini karena saat sujud, otot perut dan rahim berkontraksi penuh.
F. Duduk Iftirasy (Duduk di Antara 2 Sujud/Duduk Tahiyat Awal)
Manfaat: Saat duduk iftirasy, kita bertumpu pada pangkal paha yang dilewati saraf skiatik (nervus ischiadicus), hal ini dapat memelihara fungsi saraf skiatik. Hal ini dapat mencegah penyakit skiatika (ischialgia), yaitu gangguan di sepanjang daerah yang dipersarafi saraf skiatik yang menyebabkan nyeri dari punggung bagian bawah sampai kaki yang luar biasa sehingga menyebabkan penderitanya tidak mampu berjalan.
Manfaat: Gerakan ini melancarkan aliran darah, getah bening (limfe), dan melatih otot lengan. Saat mengangkat kedua tangan, otot bahu mengalami peregangan sehingga aliran darah kaya oksigen akan menjadi lancar.
B. Berdiri bersedekap
Manfaat: Gerakan ini menghindarkan gangguan persendian pada tulang-tulang anggota gerak atas
C. Rukuk
Manfaat: Apabila dilakukan dengan sempurna, yaitu tubuh ditekuk membentuk sudut 90 derajat, postur ini akan menjaga kesempurnaan posisi dan fungsi tulang belakang (corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat saraf. Tangan yang bertumpu di lutut berfungsi untuk relaksasi otot-otot bahu hingga ke lengan bawah. Selain itu, rukuk juga dapat melatih sistem kemih sehingga dapat mencegah gangguan prostat.
D. I'tidal
Manfaat: Variasi gerakan berdiri dan bungkuk pada rangkaian gerakan rukuk-i'tidal-sujud merupakan latihan bagi organ pencernaan yang baik. Organ pencernaan dalam perut mengalami pemijatan dan pelonggaran secara bergantian. Hal ini dapat melancarkan dan memelihara fungsi sistem pencernaan.
E. Sujud
Manfaat: Posisi jantung yang lebih tinggi dari otak menyebabkan darah kaya oksigen mengalir lancar menuju otak. Sebuah riset yang dilakukan di AS menyimpulkan bahwa sujud dapat menyebabkan pasokan darah kaya oksigen mengalir lancar menuju otak, hal ini dapat memelihara dan memacu kerja sel-sel otak yang akan meningkatkan kecerdasan. Karena itu, bersujudlah dengan tuma'ninah (tidak tergesa-gesa) agar pasokan darah kaya oksigen mencukupi kebutuhan sel-sel otak. Menurut kabar, seorang dokter berkebangsaan AS dari Harvard University yang telah membuktikan kebenaran hasil riset tersebut melalui penelitian yang dikembangkannya sendiri secara diam-diam mengenai gerakan sujud menyatakan dirinya menjadi muallaf. Bersujud juga dapat mencegah wasir. Khusus bagi wanita, rukuk dan sujud dapat memelihara organ kewanitaan sehingga dapat menjaga keharmonisan rumah tangga. Bersujud juga dapat melatih otot dada. Hal ini disebabkan karena saat sujud, beban tubuh bagian atas bertumpu pada lengan sampai tangan. Hal ini merangsang otot dada untuk ikut berkontraksi. Bagi pria, hal ini berguna untuk membentuk tubuh lebih indah. Bagi wanita, hal ini dapat membantu mengencangkan dan memperindah payudara dan meningkatkan kualitas ASI. Sujud juga dapat melatih otot perut dan rahim untuk berkontraksi sekuat mungkin saat persalinan sehingga mempermudah proses persalinan, hal ini karena saat sujud, otot perut dan rahim berkontraksi penuh.
F. Duduk Iftirasy (Duduk di Antara 2 Sujud/Duduk Tahiyat Awal)
Manfaat: Saat duduk iftirasy, kita bertumpu pada pangkal paha yang dilewati saraf skiatik (nervus ischiadicus), hal ini dapat memelihara fungsi saraf skiatik. Hal ini dapat mencegah penyakit skiatika (ischialgia), yaitu gangguan di sepanjang daerah yang dipersarafi saraf skiatik yang menyebabkan nyeri dari punggung bagian bawah sampai kaki yang luar biasa sehingga menyebabkan penderitanya tidak mampu berjalan.
G. Duduk Tawarruk (Duduk Tahiyat Akhir)
Manfaat: Duduk tawarruk yang sempurna sangat baik bagi pria karena dapat membantu mencegah impotensi dan mencegah gangguan pada ureter, kandung kemih (vesica urinaria), vas deferens, dan uretra. Variasi posisi telapak kaki pada duduk iftirasy dan tawarruk menyebabkan seluruh otot tungkai berkontraksi dan berelaksasi secara bergantian gerakan. Gerakan yang harmonis dan teratur inilah yang menjaga kelenturan dan kekuatan organ kaki kita.
H. Salam
Manfaat: Gerakan menoleh kiri dan kanan secara maksimal dapat merelaksasikan otot leher dan sekitar kepala, hal ini dapat melancarkan peredaran darah di kepala. Gerakan ini mencegah mudah sakit kepala dan migrain. Selain itu, hal ini dapat menjaga kekencangan kulit wajah sehingga dapat menunda timbulnya keriput dan membuat kesan awet muda.
Manfaat: Duduk tawarruk yang sempurna sangat baik bagi pria karena dapat membantu mencegah impotensi dan mencegah gangguan pada ureter, kandung kemih (vesica urinaria), vas deferens, dan uretra. Variasi posisi telapak kaki pada duduk iftirasy dan tawarruk menyebabkan seluruh otot tungkai berkontraksi dan berelaksasi secara bergantian gerakan. Gerakan yang harmonis dan teratur inilah yang menjaga kelenturan dan kekuatan organ kaki kita.
H. Salam
Manfaat: Gerakan menoleh kiri dan kanan secara maksimal dapat merelaksasikan otot leher dan sekitar kepala, hal ini dapat melancarkan peredaran darah di kepala. Gerakan ini mencegah mudah sakit kepala dan migrain. Selain itu, hal ini dapat menjaga kekencangan kulit wajah sehingga dapat menunda timbulnya keriput dan membuat kesan awet muda.
DIMENSI PSIKOLOGIS SHOLAT
Disamping mempunyai pahala yang besar, shalat berjamaah ternyata menurut
Haryanto (1993;1994), mempunyai dimensi psikologis tersendiri, antara lain:
aspek demokratis, rasa diperhatikan dan berarti kebersamaan, tidak adanya jarak
personal, pengalihan perhatian (terapi lingkungan) dan interdependensi (lihat
Ancok, 1985; 1989; 1992; Arif;1985).
A. Aspek demokratis
Aspek psikologis pertama shalat berjamaah adalah aspek demokratis. Hal ini
terlihat dari berbagai aktivitas yang melingkupi shalat berjamaah itu sendiri,
antara lain:
1. Memukul kentongan
atau bedug
Di masjid, langgar, surau, atau musholah terutama di pedesaan dan sebagian
di perkotaan ada kentongan atau bedug sebagai tanda memasuki waktu shalat.
Dalam hal ini siapa saja boleh memukul kentongan atau bedug tersebut, tentunya
harus mengerti aturan atau kesepakatan di daerah tersebut. Ini berarti Islam
sudah menerapkan bahwa kedudukan manusia sama, tidak dibedakan berdasarkan
berbagai atribut kemanusiaan. Konon tanda ini diciptakan oleh Sunan Kali Jogo
salah seorang wali sanga (sembilan) yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa
syarat dengan simbul-simbul. Menurut orang jawa bunyi kentongan adalah “thong…thong…thong…” artinya
masjidnya masih kothong (kosong), kemudian disilahkan masuk dengan bunyi bedug,
yaitu”bleng…bleng…bleng…”. Dalam bahasa Jawa ada kata untuk meyangatkan,
misalnya: masuk “(mlebu…bleng…)”, lari (mlayu…jranthal), dan
sebagainya.
2. Mengumandangkan
adzan
Adzan merupakan tanda waktu shalat dan harus dikumandangkan oleh “tukang
adzan” (bang atau muadzin). Siapa yang mengumandangkan adzan tidak dipersoalkan
oleh Islam karena pada prinsipnya siapa saja boleh. Namun, perlu diingat
bahwa adzan adalah bagian dari syiar Islam, sehingga memang benar-benar
orang yang mengerti dan diharapkan mempunyai suara yang bagus (lafal, ucapannya
baik dan benar) syukur mempunyai “nafas” yang panjang, sehingga pada saat adzan
tidak terputus ditengah jalan. Nabi Muhammad SAW sendiri memilih Bilal manta
budak yang hitam legam kemudian masuk Islam sebagai “bang (tukang adzan) karena
kuat suara dan fasih lafalnya”. Pengangkatan Bilal sebagai “bang” ini juga
sudah merupakan suatu revolusi yang sangat luar biasa, karena pada saat itu yang
namanya budak sudah tidak dihargai lagi harkat dan martabat kemanusiaan. Isalam
justru datang untuk memerdekakan budak (Bilal) kemudian memperoleh kehormatan
menjadi orang yang menyeru kepada kebaikan. Sayang saat ini banyak yang tidak
memahami fungsi adzan ini, misalnya banyak muazin anak-anak atau para
manula/lanjut usia. Sehingga suaranya tidak bagus, lafalnya tidak pas (fasih)
dan bahkan sering terputus (tidak kuat) di tengah jalan.
3. Melantunkan iqomat
Kalau adzan adalah tanda waktu memasuki shalat, maka iqomat adalah sebagai
tanda bahwa shalat (berjamaah) akan segera dimulai. Ibaratnta dalam militer,
maka iqamat ini adalah “aba-aba” pasukan akan diberangkatkan. Sepertihalnya
memukul bedug dan adzan, maka iqamat ini juga dapat dilakukan oleh siapa saja
bahkan tidak harus yang tadi beradzan. Para jamaah tidak boleh atau bisa
menghentikan seseorang untuk iqamat dikarenakan ada teman atau “bosnya” belum
datang. Diharapkan jarak antara adzan dan iqamat tidak terlalu lama hal ini
sekaligus pula menggambarkan masalah kedisiplinana dan penghargaan terhadap
waktu. Salah satu contoh di Pondok Pesanteren Suryalaya, jarak antara adzan dan
iqamat hanyalah shalat sunat. Sehingga mereka tidak akan dapat “beleha-leha,
seenaknya”, kalua hal ini dilakukan berarti mereka akan ketinggalan shalat
berjamaah. Namun tidak jarang terjadi di suatu masjid jarak antara adzan dan
iqamat sangat panjang, bahkan sudah diselingi berbagai macam pujian atau bacaan
shalawat namun baik makmum maupun imamnya belum juga datang. Sehingga sering
ada gurauan: “memukul kentongan sendiri, adzan dan iqamat juga dia sendiri,
saat mendirikan shalat juga sendiri…ada yang lewat…borongan nich yee…”.
4. Pemilihan/pengisian
“ barisan/shaf”
Pada saat seseorang masuk ke Masjid maka siapa saja tidak pandang bulu,
apakah ia seorang mahasiswa, dosen, guru besar atau karyawan; apakah ia guru
atau murid; apakah ia kopral/jendral; apakah ia presiden/pesinden; apakah dia
mentri/mantri; apakah ia seorang konglomerat/gembel, atau atribut yang lain.
Siapa pun ia memperoleh hak di depan atau shaf pertama atau dengan kata lain
siapa yang datang dahulu maka boleh menempati tempat yang paling “ terhormat “
yaitu di depan. Bahkan dalam hadist disebutkan “kalau engkau mengetahui
fadhilah shaf pertama,maka engkau meminta untuk diundi” . Namun sering
mereka memasuki masjid seperti masuk ke gedung bioskop, yaitu justru menempati
barisan paling belakang dan justru yang depan tidak terisi. Hal ini sering
justru memberi kesempatan kepada jamaah yang datang akhir akan melakukan yang
tidak di anjurkan oleh agama, yaitu melewati para jamaah yang datang lebih awal
bahkan mungkin melompatinya.
5. Proses pemiliha
imam
Shalat berjamaah harus da yang menjadi imam dan makmum, meski itu hanya
berdua. Apabila diperhatikan maka seolah-olah ada suatu musyawarah untu memilih
imam (pemimpin) dalam shalat yang dilakukan di masjid, langgar, surau/musholah.
Ternyata unuk menjadi imam harus memenuhi kriteria tertentu, sesuai dengan
hadist nabi (Sa’id hawa,1987):
“Orang yang menjadi imam hendaknya yang paling baik bacaannya (dalam
mambaca) Al-Quran. Jika mereka sama baiknya dalam bacaan, maka orang yang
paling mengetahui sunah. Jika mereka sama pengetahuannya tentang sunah, maka
orang yang paling dahulu hijrah. Jika mereka bersamaan dalam hijrah, maka orang
yang paling tua umurnya. Dan janganlah seseorang diimami (orang lain) di
rumahnya, dan tidak duduk atas penghormatannya kecuali dengan izinnya (HR.Muslim dan Ashabus Sunan).”
Jadi dapat disimpulkan bahwa seorang imam secara gradasi mempunyai persyaratan
sebagai berikut:
· Fasih bacaan Al-Quran
· Mereka yang mengerti
hadist-hadist nabi
· Lebih dahulu hijrahnya,
kalau tidak ada maka dipilih,
· Yang lebih tua
· Diutamakan tuan rumah
daripada tamu
· Imam adalah salah seorang
dari mereka yang disenangi dalam kelompok tersebut bukan yang dibenci, tidak
disukai atau ditolak.
“Dari Abdulah bin Amrra. Nabi bersabda: Ada tiga golongan yang tidak
diterima shalatnya:(1) Orang yang maju ke depan kaum untuk menjadi imam,
sedangkan mereka membencinya, (2) Orang yang biasa mengakhirkan shalat
(waktunya terlah habis), (3) Orang yang memperbudak orang yang merdeka”.
Hal ini menunjukkan bahwa untuk menjadi imam (pemimpin) memerlukan
syarat-syarat tertentu atau kualifikasi tertentu namun hal ini tidak diperlukan
bagi makmum. Hal ini dijelaskan oleh dai sejuta umat KH. Zainuddin MZ. (1993),
yaitu bahwa untuk memilih pemimpin harus ada syarat-syarat atau kriteria
tertentu, sedangkan untuk menjadi rakyat atau masyarakat umum tidak perlu
adanya”persyaratan” seperti memilih pemimpin. Disamping itu makmum suatu saat
juga dapat menjadi imam sehingga seorang makmum harus mempersiapkan menjadi
imam. Sehingga regenerasi atau pergantian pemimpin akan terjadi secara alamiah,
tidak harus dengan demo atau kudeta. Di samping itu pada saat sebelum shalat,
selama shalat dan setelah menjalankan shalat maka ada tingkah laku imam
yang dapat kita kaji:
a. Imam sebelum
melakukan shalat harus memperhatikan jamaah, terutama memeriksa barisan (shaf)
kemudian memerintahkan agar lurus dan merapatkan barisan, karena rapat dan
barisan itu salah satu kesempurnaan shalat.Adapun ucapan imam yang disunahkan
adalah: “Samaratakanlah shafmu, karena menyamaratakan shaf itu
merupakan kesempurnaan shalat (HR.Bukhari-Muslim).”
b. Imam adalah
manusia biasa sehingga dimungkinkan untuk lupa, salah bacaan atau salah gerakan
atau batal, misalnya buang angin (kentut). Hal ini ada prosedur untuk
mengingatkan, membetulkan, atau mengganti imam oleh makmum, antara lain:
*> Kalau imam lupa,
maka makmum dengan segera wajib untuk mengingatkan, yaitu dengan membaca “ Subhanallah
(Maha Suci Allah)” bila jamaah laki-laki; dan bertepuk tangan; bila
jamaah wanita.
*> Bila imam melakukan
kesalahan, terutama bacaan maka makmum harus segera membenarkan. Dalam hal ini
imam tidak boleh tersinggung atau marah bila dibetulkan oleh makmum yang
mungkin mempunyai tingkatan atau posisi yang lebih rendah. Pada saat
berlangsung shalat imam (pemimpin) ini tetap harus memperhatikan makmum. Nabi
pernah memperpendek shalat gara-gara Beliau mendengar seorang anak kecil sedang
menangis. Nabi juga pernah memarahi sahabatnya yang mengimami shalat dengan
bacaan-bacaan yang terlalu panjang, hingga para makmum mengeluh. “ Jangan
membuat fitnah,”kata nabi (Mustofa Bisri, 1995) menegur sang imam. Jadi ima
harus memperhatikan makmumnya, mungkin ada yang kuat tapi ada juga yang lemah,
ada yang sehat namun ada pula yang kurang sehat, ada yang banyak waktu, ada
pula yang terburu-buru dan sebagainya. Ditambahkan oleh KH. Drs. Effendi
Zarkasi (1999) hal ini mengisyaratkan bahwa pemimpin harus mengerti “
penderitaan rakyat”.
*> Kalau imam batal,
misalnya buang angin (kentut), maka secara otomatis ia harus mundur, harus “lengser” dengan “jujur
dan legowo”. Meskipun makmum tidak tahu kalau imam tersebut batal, dan juga
tidak harud “didemo” oleh makmum ia harus mundur dengan baik-baik dan dengan
prosedur yang benar. Kemudian makmum yang paling depan menggantikan imam, dan
tidak harus membuat shalat baru melainkan, langsung meneruskan apa yang kurang
dari imam yang lama. Hal ini mengisyaratkan bahwa kalau pemimpin sudah “batal
atau dianggap batal oleh makmum” ia harus lengser, dan makmum (rakyat) terutama
yang dibelakangnya (punya kemampuan) harus segera menggantikannya.
Alangkah indahnya dan bagusnya nilai-nilai demokratis yang terdapat dalam
shalat tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
keluarga, masyarakat, organisasi, pemerintah (negara) dan yang saat ini sangat
ramai dibicarakan, yakni”kehidupan partai”.
Penelitian-penelitian pada bidang psikologi membuktikan bahwa keluarga yang
demikratis ternyata mempengaruhi perkembangan anak-anaknya, misalnya
anak-anaknya akan mempunyai ciri:locus of controlnya cenderung internal,
motif berprestasinya tinggi, dan lebih asertif. Penelitian di Amerika yang
dikutip oleh majalah Intisari ( Haryanto, 1993) memaparkan hubungan antara
sikap orang tua dengan angka kecedasan. Penelitian ini dengan sampel anak-anak
nerusia 3 tahun, hasilnya menunjukkan:
* Sangat tidak ramah 1.0 angka mundur
* Pasif, kurang perhatian 0.5 angka mundur
* memerintah dan menekan 0.5 angka maju
* Sabar, kurang perhatian 5.0 angka maju
* Sabar penuh perhatian 8.0 angka maju
Penelitian ini memang masih harus di kaji lagi, namun secara umum suasana
yang demokratis baik itu dalam rumah tangga,industri,organisasi sosial,
organisasi politik maupun dalam pemerintah akan sangat berpengaruh pada para
anggota kelompok tersebut.Dan tentunya dalam jangka panjang akan
mempengaruhi produktifitas kerja karyawan.
B. Rasa diperhatikan
dan berarti
Seseorang yang merasa tidak diperhatikan atau diacuhkan oleh keluarganya,
masyarakat atau lingkungan dimana ia berada sering mengalami gangguan atau
goncangan jiwa. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang stress, depresi dan
berakhir dengan bunuh diri. Pada shalat berjamaah ada unsur-unsur rasa
diperhatikan dan rasa berarti bagi diri seseorang. Beberapa aspek pada dimensi
ini antara lain:
1.Memilih dan menempati shaf. Dalam shalat sipa saja datang terlebih
dahulu “berhak” untuk menempati shaf atau barisan pertama atau terdepan. Dalam
agama shaf terdepan dan sebelah kanan merupakan shaf yang utama, seperti hadist
nabi:
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas shaf pertama dan
shaf-shaf yang pertama (HR. Abu Daud, An
Nasai dari Al-Bara)”
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas shaf-shaf
sebelah kanan (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah dari ‘Aisyah)”
Hal ini tentunya sangat berati bagi seseorang yang dilingkunganya tidak
memperoleh peran, ia selalu diremehkan, tidak pernah dapat menjadi sebab dari
suatu akibat. Perasaan-perasaan seperti ini tidak mengherankan sebagai salah
satu motifasi anak remaja masuk ke gang atau berbuat negatif atau
menyalahgunakan narkotika.
2. Setelah duduk maka para jamaah mempunyai kebiasaan untuk bersalaman
dengan jamaah yang berada di kanan dan kiri bahkan tidak jarang dengan sebelah
depan dan sebelah belakang. Hal ini menunjukkan bahwa ia mempunyai kedudukan
yang sama dan berhak untuk menyapa lingkungannya, sedang itu mungkin tidak ia
temui dilingkungnnya.
3. Pada saat mengisi shaf dan meluruskan shaf, apabila shalat akan di
mulai, maka imam akan memeriksa barisan kemudian akan “memerintahkan” pada
makmum untuk mengisi shaf yang kosong dan merapatkan barisan. Hal ini juga
tidak memperdulikan “siapa itu makmum”,kalau ada shaf yang kosong harus segera
di isi dan juga kalau kurang rapat harus di rapatkan.Karena lurus dan rapatnya
shaf merupakan faktor pendukung kesempurnaan shalat.
4. Pada saat membaca “Al Fatihah” maka para makmum mengucapkan
“ Amin (kabulkanlah doa kami)” secara serempak,
bersama-sama,dan juga dalam mengikuti gerakan iman. Tidak boleh saling
mendahului karena mungkin merasa mempunyai kedudukan atau atribut lain yang
lebih dari imam.Bahkan dalam sebuah hadist sangat tegas bahwa mereka yang mendahului
imam nanti di akhirat kepalanya akan di ganti dengan kepala keledai!
5. Demikian pula saat akan mengakhiri shalat mereka mengucapkn salam ke
kanan ke kiri serta dengan saling bersalaman lagi, dan (mungkin)ada wirit dan
doa bersama.
Semua ini sangat penting atau sangat dibutuhkan pada saat kemajuan ilmu dan
teknologi yang begitu pesat, sehingga ada kecenderungan manusia sangat
individualis, permisif, dan materialistis. Kecenderungan ini menyebabkan
seseorang merasa asing dalam lingkungan yang begitu ramai. Semua urusan diukur
dengan materi, pertolongan, urusan, jasa dan tindakan-tindakan sekecil apapun
sering dihargai dengan materi atau fulus. Sehingga ada pepatah “Ada
fulus urusan mulus, tiada fulus lumampus”. Dan ada pula
yang membuat pelesetan “KUHP (kasih uang habis perkara); UUD
(ujung-ujungnya duit atau uang); Maju Tak Gentar Membela Yang Bayar”.
Shalat berjamaah akan menambah “kebermaknaan” seseorang dan sangat penting
dalam menumbuhkan kesehatan mental.
C. Perasaan
kebersamaan
Shalat yang dilakukan secara berjmaah, disamping mempunyai pahala yang
lebih banyak daripad shalat sendirian seperti telah dipaparkan di atas juga
mempunyai nilai sosial atau kebersamaan. Menurut Djamaludin Ancok (1989)
dan Utsman Najati (1985) aspek kebersamaan pada shalat berjamaah menpunyai
nilai terapyutik, dapat menghindarkan seseorang dari rasa terisolir,
terpencil, tidak dapat bergabung dalam kelompok, tidak diterima atau dilupakan.
Apabila diterapkan pada mereka yang menyalahgunakan narkotika, salah satu sebab
mereka menyalahgunakan narkotika adalah untuk mengatasi alianasi (monks,
dkk,1987). Dalam kondisi alianasi total seseorang dapat masuk ke dalam kelompok
yang menentang norma-norma masyarakat (kontra kultur), menjadi social
drop out atau menjadi pencandu narkotika.
Shalat yang dilakukan berjamaah juga mempunyai efek terapi kelompok (group
terapy) sehingga perasan cemas, terasing, takut, menjadi nothing atau nobody
akan hilang (lindgren dalam Adi, 1985). Di dalam kelompok seseorang dapat
merasakan adanya universalitas, merasa adanya orang lain yang memiliki masalah
yang sama dengan dirinya. Suasana demikian sangat penting bagi mereka yang
bermasalah, misalnya anak-anak yang menyalahgunakan narkotika, yang secara
langsung atau tidak tidak langsung mereka telah dibuang atau disingkirkan dari
keluarga. Perasaan universalitas ini akan meningkatkan pembukaan diri dan
memberikan motivasi untuk berubah yang lebih besar dan membantu proses
penyembuhan.
D. (Tidak ada) Jarak
Personal (Personal Space)
Salah satu kesempurnan shalat berjamaah adalah lurus dan rapatnya barisan
(shaf)a jamaahnya.Ini berarti tidak ada jarak personal antara jarak
satu dengan yang lainnya. Pada saat ini banyak orang yang merasa sepi di
tempat yang ramai, merasa asing dengan dirinya sendiri, merasa asing dengan
rumahnya, merasa asing dengan anak atau istrinya, dan sebagainya. Semakin jauh
jarak personal seseorang berarti akan semakin tidak intim, dan ini akan
memungkinkan terjadinya kesepian, keterasingan (alianasi) pada diri seseorang.
Kajian mengenai jarak personal ini sudah banyak dilakukan pada psikologi
lingkungan yang membuktikan bahwa semakin asing seseorang pada orang lain
berarti semakin lebar atau jauh jarak personal. Sebaliknya jika semakin intim
maka akan semakin dekat jarak personalnya.
Dalam shalat berjamaah jarak personal ini boleh dikata tidak ada, karena
pada saat para jamaah mendirikan shalat mereka harus rapat dan meluruskan
barisan demi keutamaan shalat. Masing-masing berusaha untuk mengurangi jarak
personal, bahkan kepada mereka yang tidak ia kenal, namun merasa ada sati
ikatan yaitu “ikatan akidah (keyakinan)”. Hal ini ditunjukkan oleh hadist nabi
saw berikut ini:
“Adalah Nabi Muhammad saw mendatangi sudut-sudut barisan shaf dan
menyamaratakan dada-dada jamaah dan bahu-bahunya, seraya bersabda:Jangan kamu
maju mundur yang menyebabkan pula maju mundur hatimu, bawasanya Allah dan para
malaikat-Nya bershalawat atas ahli shaf pertama,” (HR. Ibnul Khuzaiman)
“Dirikanlah shaf, dan sejajarkanlah bahu,dan tutupilah tempat yang lapang,
dan lembutkanlah dirimu bila di tarik oleh tangan-tangan saudaramu, dan
janganlah kamu biarkan lapangan-lapangan setan.Barang siapa menyambung
shaf,niscaya Allah akan menyambungkan dan barang siapa memotong shaf,niscaya
Allah akan memotongnya (berhubungan dengannya).”(HR.Daud dan Abu
Bakar)
“Samaratakan shafmu,karena menyamakan shaf itu merupakan kesempurnaan
shalat.”(HR.Bukhari-Muslim).
Berdasarkan berbagai hadist di atas jelas betapa pentingnya rapat dan
lurusnya shaf tersebut yang akan mendukung terciptanya jarak pribadi yang
sangat minim dan dapat di kaji lebih jauh sebagai berikut:
*> Nabi mendatangi para jamaah dalam rangka memeriksa shafnya,apakah
sudah lurus dan rapat atau belum.Hal ini seperti dalam tradisi
militer seorang komandan memeriksa/inspeksi barisan.
*> Maju dan mundurnya shaf yang berarti bentuk lahiriah atau tingkah
laku namun oleh nabi di kaitkan dengan sesuatu yang ada dalam diri seseorang,
yaiyu hati.Jadidengan kata lain kalau barisannya maju atau mundur dalam
shalat,berarti hatinya juga maju-mundur, atau shalatnya tidak khusyuk
*> Jamaah yang ada di kanan atau kiri, depan atau belakang oleh nabi
dikatakan sebagai “saudara”, hal ini menegaskan bahwa dalam Islam mengenal ada
dua macam saudara, yaitu nasab(satu darah/keturunan) dan saudara satu akidah.
Hal ini lebih menegaskan, sehingga kalu mungkin ada yang meminta mengisi shaf
yang kosong, bahkan dalam hadist di atas adalah”menarik” dirinya mengisi shaf
yang kosong tersebut, maka ia akan memenuhi dengan lapang hati.
*> Shaf yang kosong dikatakan oleh nabi adalah sebagai “lapangan setan”.
Maka kalau seseorang membiarkan shafnya kosong berarti telah membiarkan setan
ada di sampingnya yang akan menggodanya. Apabila kita berbicara tentang
terminologi agama khususnya Islam, maka akan seseorang berbuat tidak baik atau
jahat akan dua kekuatan yang mempengaruhinya yaitu setan dan nafsu
(Haryanto,1999). Berati disini dengan meluruskan dan merapatkan barisan sudah
sekaligus menutup jalan setan untuk dapat menggodanya selama shalat.
*> Menyambung dan memutuskan barisan (Shaf) oleh nabi dikemukakan akan
berkaitan disambung atau diputuskannya dirinya dengan Allah. Ternyata perbuatan
yang nampaknya sangat enteng, yaitu “merapatkan atau memutuskan barisan” sudah
mampu untuk menghubungkan dirinya dengan Tuhan atau sebaliknyamemutuskan
hubungan dirinya dengan Tuhan.
*> Seperti telah banyak dikutip diatas bahwa hadist tersebut menegaskan
menyamaratakan shaf merupakan salah satu komponen kesempurnaan shalat. Artinya
kalau ada hal-hal kurang dalam shalat dapat ditutup karena para jamaah sangat
memperhatikan barisannya.
E. Terapi lingkungan
Salah satu kesempurnaan shalat adalah dilakukan berjamaah dan lebih utama
lagi dilakukan di masjid. Masjid dalam Islam mempunyai peranan yang cukup
besar, masjid bukan pusat aktifitas beragama dalam arti sempit namun sebagai
pusat aktivitas kegiatan umat. Sehingga shalat di masjid ini mengandung unsur
terapi lingkungan (Haryanto, 1993;19994).
Apabila kita mengkaitkan dengan korban penyalahgunaan narkotika yang
sebagian besar adalah remaja berarti berkaitan dengan perkembangan sosial.
Remaja sudah mulai meninggalkan lingkungan keluarga menuju ke kelompok (Monks,
dkk,1987). Menurut Hurlock (1992) ada berbagai macam kelompok remaja,
antara lainchume, clique (sahabat karib), crowd, kelompok formal dan gang. Gang
remaja inilah yang sering berkaitan dengan tingkah laku yang menyimpang.
Diantaranya adalah menyalahgunakan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat
adiktif lainya.
Salah satu terapi bagi korban penyalahgunaan napza adalah dengan terapi
lingkungan, ia harus pindah dari lingkungan yang kurang mendukung ke lingkungan
yang lebih mendukung. Namun hal ini kadang-kadang sulit dilakukan, karena
hampir di setiap tempat anak dapat memperoleh obat dan memperoleh teman yang
hampir sama dengan temapat yang lama.
Oleh karena itu, lingkungan masjid diharapkan dapat sebagai salah satu
alternatif. Di masjid biasanya terdapat aktivitas remaja yaitu “Remaja Masjid”.
Kegiatan inilah yang diharapkan ikut memberikan andil terapi. Disamping itu
masjid juga syarat dengan kegiatan baik itu keagamaan maupun kegiatan sosial.
Penelitian terhadap para mahasiswa Malaysia yang belajar di Amerika, yaitu
antara mereka yang tinggal dekat dengan masjid dan yang jauh dengan masjid
ternyata memberikan dampak kepada perbedaan prestasi (Ancok,1985). Mereka yang
tinggal dekat dengan masjid ternyata mempunyai prestasi yang lebih baik
daripada yang jauh dari masjid.
F. Pengalihan
perhatian
Disamping efek terapeutis seperti yang disebutkan diatas, shalat berjamaah
mengandung unsur pengalihan perhatian (Haryanto,1993;1994). Pada saat ini orang
disibukkan oleh berbagai macam kesibukkan yang menyita pikiran, tenaga, dan
perasaan, bahkan kadang-kadang kebutuhan fisik, misalnya makan dan istirahat
saja tidak sempat dilakukan. Dalam kondisi seperti ini maka seseorang
membutuhkan istirahat dan perubahan suasana. Hal ini juga sekaligus menjadi
penjelasan kenapa ditempat tugas, misalnya kantor atau instansi perlu di adakan
mutasi, rotasi, alih tugas, mengubah suasana kerja dan sebagainya.
Melakukan shalat berjamaah di masjid atau musholah juga dapat diharapkan
akan mengalihkan perhatian seseorang dari kesibukkan yang sudah menyita segala
energi yang ada dalam diri seseorang dan kadang-kadang sebagai penyebab stress.
Lingkungan masjid atau musholah yang telah tertata dengan baik, tidak seperti
dahulu lagi. Misalnya ada dekorasi yang indah, taman yang nyaman, dilengkapi
pengatur sirkulasi udara yang baik bahkan telah dilengkapi dengan perpustakaan
masjid.
G. Melatih saling
ketergantungan (interdependency)
Salah satu buku yang saat ini sangat laris (Best seller) adalah buku yang
dikarang oleh Stephen R. Covey ( 1989) yang berjudul The Sevent Habits
of Hihgly Effective People. Dikatakan dalam buku ini bahwa ada
perubahan paradigma manusia dari tergantung (dependence) menuju
ke arah bebas (independence).
ZAKAT DITINJAU
DARI ASPEK EKONOMI
Zakat berfungsi sebagai pembersih dan pensuci jiwa, juga berfungsi untuk mengembangkan harta muzakki (yang mengeluarkan zakat), sebagaimana sabda Rasulullah SAW : " Jika engkau telah menunaikan zakat kepada orang yang berhak menerimanya maka sesungguhnya engkau telah membuang dari dirimu kejahatan darinya" (Hadits dari Jabir yang diriwayatkan oleh Tabrani dalam kitab Al Mu’jam al Ausat jilid 4 bab man ismuhu Asmad h. 99 no. hadith 1639).
Zakat berfungsi sebagai pembersih dan pensuci jiwa, juga berfungsi untuk mengembangkan harta muzakki (yang mengeluarkan zakat), sebagaimana sabda Rasulullah SAW : " Jika engkau telah menunaikan zakat kepada orang yang berhak menerimanya maka sesungguhnya engkau telah membuang dari dirimu kejahatan darinya" (Hadits dari Jabir yang diriwayatkan oleh Tabrani dalam kitab Al Mu’jam al Ausat jilid 4 bab man ismuhu Asmad h. 99 no. hadith 1639).
Harta zakat
yang diperoleh seorang fakir akan membantu memberikan kemampuan berbelanja bagi
dirinya, demikian juga sebaliknya bagi orang kaya, maka pertambahan demand
terhadap barang pokok akan berakibat kepada pertambahan produk bahan pokok
tersebut. Selain dari itu harta tidak boleh hanya beredar di sekitar orang kaya
saja (lihat QS. Al-Hashr: 7), dan perpindahan harta dari orang kaya ke orang
miskin berakibat kepada pertambahan manfaat penggunaan harta tersebut yaitu jika
di tangan orang kaya harta tersebut memiliki manfaat yang banyak tetapi akan
lebih banyak lagi jika harta tersebut berpindah ke tangan orang miskin karena
akan meningkatkan kesejahteraan tarap hidup masyarakat secara umum.
Zakat pada
tingkat mikro ekonomi memiliki implikasi ekonomi terhadap perilaku konsumsi dan
tabungan individu serta perilaku produksi dan investasi perusahaan tanpa
berpengaruh negatif pada insentif bekerja. Dalam perekonomian Islam dimana
zakat diterapkan, maka muzakki akan menyalurkan pendapatannya kepada mustahiq.
Hal ini akan membuat pendapatan mustahiq akan meningkat, peningkatan pendapatan
ini akan meningkatkan pula konsumsi dan sekaligus akan memberikan kesempatan
mustahiq untuk menabung.
Zakat pada
tingkat makro ekonomi memiliki implikasi ekonomi terhadap efisiensi alokatif,
penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, stabilitas makro ekonomi,
distribusi pendapatan, pengentasan kemiskinan dan jaring pengaman sosial. Zakat
yang menyalurkan sebagian pendapatan muzakki kepada mustahiq akan berakibat
meningkatkan permintaan barang dan jasa dari mustahiq, yang umumnya adalah
kebutuhan dasar seperti pangan, sandang dan papan. Permintaan yang lebih tinggi
untuk kebutuhan dasar masyarakat yang terkait zakat ini, akan mempengaruhi komposisi
produksi barang dan jasa yang diproduksi dalam perekonomian, sehingga akan
membawa pada alokasi sumber daya menuju ke sektor-sektor yang lebih diinginkan
secara sosial. Hal ini akan meningkatkan efisiensi alokatif dalam perekonomian.
Zakat dalam perspektif
sistem perekonomian Islam adalah sistem yang ramah terhadap dunia usaha (market
friendly), karena zakat memiliki tarif yang rendah dan tetap serta tidak
berubah karena sudah diatur dalam syariat. Contoh, zakat yang diterapkan pada
basis luas seperti zakat perdagangan, tarifnya hanya 2,5 persen. Ketentuan
tarif zakat ini tidak diubah oleh siapapun. Karena itu tidak akan mengganggu
insentif investasi dan produksi serta memberikan kepastian usaha.
Kerangka sosial
ekonomi perekonomian Islam mendorong penciptaan lapangan kerja melalui dua
jalur, yaitu penciptaan pekerjaan dengan upah tetap dan penciptaan peluang
wirausahawan. Dan salah satu kerangka institusional penting dalam perekonomian
Islam untuk penciptaan lapangan kerja ini adalah zakat. Islam memberi jalan
bagi entrepreneurial resources untuk terlibat dalam kegiatan di sektor riil
dengan menyediakan kerangka kerja sama atau kemitraan seperti mudarabah,
musharakah, dan muzara’ah.
Program
pengentasan kemiskinan adalah wajib dalam perekonomian Islam. Dampak zakat
terhadap upaya pengentasan kemiskinan adalah sesuatu yang signifikan dan
berjalan secara otomatis di dalam sistem Islam. Dalam surah At-Taubah ayat 60,
disebut delapan golongan yang berhak menerima zakat. Fakir dan miskin adalah
kelompok pertama dan kedua yang menerima zakat. Mereka yang mendapatkan
prioritas dan pengutamaan mendapatkan zakat. Ini menunjukkan bahwa mengatasi
masalah kemiskinan merupakan tujuan utama dari zakat. Karakteristik ini membuat
zakat sangat efektif sebagai instrumen pengentasan kemiskinan karena sangat
inheren bersifat pro-poor.
PUASA DITINJAU DARI BERBAGAI ASPEK
Sesungguhnya Allah SWT, telah menjadikan syari’at
Islam sebagai penutup sekaligus penyempurna segala syari’at. Di antara
keistimewaan syari’at Islam ini adalah kesempurnaanya dan kecakupanya terhadap
solusi dari seluruh masalah, serta manfaatnya untuk setiap tempat dan zaman.
Walaupun terhadap masalah-masalah atau kejadian-kejadian yang baru dengan
berkembangnya tempat dan zaman. Syari’at Islam telah mencakup dan memberi
solusinya. Yaitu dengan bersandar kepada hukum-hukum dan kaidah-kaidah sebagai
asas yang umum. Allah SWT, berfirman bahwa Al Qur’an telah menjelaskan
segalanya:
“…dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. (Q. S. An Nahl : 89).
Sedangkan yang kita bahas adalah masalah puasa, merupakan rukun islam yang ke-empat,sebagai mana hadist shohih menyatakan "بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ" “Islam itu dibangun atas lima dasar, yaitu salah satunya adalah “As Shiyam”, maka secara tidak langsung kita telah dituntut untuk bersyari’at dengan benar dan baik seperti yang telah Allah SWT, ajarkan kepada nabi Muahammad SAW dan seluruh pengikut-pengikutnya atau umat beliau. Sementara itu, di suatu sisi orang-orang hampir melupakan Syari’at Islam, yang sebagai dasar hukum islam, yang wajib oleh semua orang islam untuk mengetahuinya, agar selamat dunia sampai akhirat.
SYARI’AT PUASA
Alhamdulillah bulan Ramadhan 1431 H tahun ini dapat kita jumpai. Suatu kenikmatan yang luar biasa telah diraih. Peluang mendekatkan diri kepada Allah seraya memohon ampun kepadanya dapat dilakukan. Kita berharap semoga ibadah puasa tahun yang akan datang lebih menjadi berkualitas dibandingkan dengan puasa kita yang tahun-tahun yang lalu atau yang sebelumnya.
Tentunya masih segar di ingatan kita ayat yang populer di dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 183, yaitu:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.
Puasa itu hanya beberapa hari saja. Ayat ini merupakan suatu perintah Allah, bahwa puasa itu wajib. Namun disisi lain dengan kewajiban itu banyak aspek-aspek yang mendukung dan sejalan dengan kewajiban itu, seperti aspek kesehatan, aspek ekonomi, bahkan aspek sosial pun ada.
ASPEK KESEHATAN
Puasa bukan sekedar kewajiban atau kesunahan belaka, bukan hanya mendatangkan pahala dan tidak pula sekedar melebur dosa. Akan tetapi lebih jauh dari itu.
Banyak sekali hikmah-hikmah puasa yang terkandung didalamnya. Maka kalau dikaji dengan seksama, diteliti dan dianalisa, akhirnya akan bermuara kepada suatu kesimpulan, bahwa puasa itu merupakan kebutuhan, baik rohani maupun jasmani. Dengan berpuasa, jiwa menjadi tenang, pikiran akan jernih dan damai. Sementara jasmani akan semakin tegar dan bugar.
Hal ini sejalan dengan apa yang disabdakan nabi, dalam salah satu haditsnya yang berbunyi: “Shumu tashihu”.(berpuasalah kamu niscaya akan sehat) H.R. Tabrani dari Abi Umamah dengan Isnad yang hasan.
Para dokter pakar dan pakar-pakar kesehatan mencoba mengkaji dan menganalisa hadits Nabi ini sampai di mana kebenaranya. Ternyata kebenaran hadits Nabi ini tidak bisa dipunkiri. Banyak dokter-dokter yang mengakuinya. Bukan hanya sekedar mengakui, akan tetapi mereka ikut menjalankannya. Bahkan kepada pasien-pasien mereka, tidak jarang mereka perintahkan untuk berpuasa sebagai alat pengobatan.
Salah seorang pakar kesehatan yang bernama Dr. Wernan Macfadan mengatakan “Saya tertarik dan percaya bahwa puasa sanggup menyembuhkan segala macam penyakit di mana segala usaha pengobatan lainya telah mengalami kegagalan. Justru itulah, maka puasa ini bukan hanya sekedar kewajiban, akan tetapi sudah merupakan kebutuhan.
Menurut analisa atau hasil penyelidikan Dr. Robert Partolo dari Amerika, puasa adalah usaha yang sangat baik untuk menyelamatkan tubuh manusia dari kuman-kuman, diantaranya kuman Syphilis yang banyak membinasakan darah manusia.
Dr. Peter Schimidberger dalam bukunya Zero diet menjelaskan, bahwa puasa bukan sekedar untuk melangsingkan tubuh, akan tetapi merupakan sarana yang paling efektif untuk penyembuhan berbagai macam penyakit atau gangguan tubuh. Dengan puasa akan membuat larutnya gumpalan lemak (kolestrol) bersama dengan sisa-sisa makanan yang mengandung zat-zat beracun.
Sebagian besar (jumhur) ahli-ahli kesehatan sepakat mengatakan,bahwa alat pencernaan (perut) adalah merupakan sumber dari berbagai macam penyakit. Hal ini sejalan dengan ajaran Nabi yang dilukiskan para hukamah yang berbunyi: Al-bithnu ashlid-daai wal miyatu ashlud-dawaa i (Perut itu pangkal segala penyakit, dan memeliharanya itu pangkal dari pada pengobatan).
Perut merupakan terminal dalam tubuh. Tempat dimana berlabuh dan berhenti segala makanan dan minuman. Ikan, daging, nasi, sayur, dan segala makanan dan segala macam bertumpuk disana dan tersimpan dalam beberapa waktu. Justru itulah perut dibersihkan setidaknya sekali dalam setahun dengan jalan mengerjakan puasa.
“…dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. (Q. S. An Nahl : 89).
Sedangkan yang kita bahas adalah masalah puasa, merupakan rukun islam yang ke-empat,sebagai mana hadist shohih menyatakan "بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ" “Islam itu dibangun atas lima dasar, yaitu salah satunya adalah “As Shiyam”, maka secara tidak langsung kita telah dituntut untuk bersyari’at dengan benar dan baik seperti yang telah Allah SWT, ajarkan kepada nabi Muahammad SAW dan seluruh pengikut-pengikutnya atau umat beliau. Sementara itu, di suatu sisi orang-orang hampir melupakan Syari’at Islam, yang sebagai dasar hukum islam, yang wajib oleh semua orang islam untuk mengetahuinya, agar selamat dunia sampai akhirat.
SYARI’AT PUASA
Alhamdulillah bulan Ramadhan 1431 H tahun ini dapat kita jumpai. Suatu kenikmatan yang luar biasa telah diraih. Peluang mendekatkan diri kepada Allah seraya memohon ampun kepadanya dapat dilakukan. Kita berharap semoga ibadah puasa tahun yang akan datang lebih menjadi berkualitas dibandingkan dengan puasa kita yang tahun-tahun yang lalu atau yang sebelumnya.
Tentunya masih segar di ingatan kita ayat yang populer di dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 183, yaitu:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.
Puasa itu hanya beberapa hari saja. Ayat ini merupakan suatu perintah Allah, bahwa puasa itu wajib. Namun disisi lain dengan kewajiban itu banyak aspek-aspek yang mendukung dan sejalan dengan kewajiban itu, seperti aspek kesehatan, aspek ekonomi, bahkan aspek sosial pun ada.
ASPEK KESEHATAN
Puasa bukan sekedar kewajiban atau kesunahan belaka, bukan hanya mendatangkan pahala dan tidak pula sekedar melebur dosa. Akan tetapi lebih jauh dari itu.
Banyak sekali hikmah-hikmah puasa yang terkandung didalamnya. Maka kalau dikaji dengan seksama, diteliti dan dianalisa, akhirnya akan bermuara kepada suatu kesimpulan, bahwa puasa itu merupakan kebutuhan, baik rohani maupun jasmani. Dengan berpuasa, jiwa menjadi tenang, pikiran akan jernih dan damai. Sementara jasmani akan semakin tegar dan bugar.
Hal ini sejalan dengan apa yang disabdakan nabi, dalam salah satu haditsnya yang berbunyi: “Shumu tashihu”.(berpuasalah kamu niscaya akan sehat) H.R. Tabrani dari Abi Umamah dengan Isnad yang hasan.
Para dokter pakar dan pakar-pakar kesehatan mencoba mengkaji dan menganalisa hadits Nabi ini sampai di mana kebenaranya. Ternyata kebenaran hadits Nabi ini tidak bisa dipunkiri. Banyak dokter-dokter yang mengakuinya. Bukan hanya sekedar mengakui, akan tetapi mereka ikut menjalankannya. Bahkan kepada pasien-pasien mereka, tidak jarang mereka perintahkan untuk berpuasa sebagai alat pengobatan.
Salah seorang pakar kesehatan yang bernama Dr. Wernan Macfadan mengatakan “Saya tertarik dan percaya bahwa puasa sanggup menyembuhkan segala macam penyakit di mana segala usaha pengobatan lainya telah mengalami kegagalan. Justru itulah, maka puasa ini bukan hanya sekedar kewajiban, akan tetapi sudah merupakan kebutuhan.
Menurut analisa atau hasil penyelidikan Dr. Robert Partolo dari Amerika, puasa adalah usaha yang sangat baik untuk menyelamatkan tubuh manusia dari kuman-kuman, diantaranya kuman Syphilis yang banyak membinasakan darah manusia.
Dr. Peter Schimidberger dalam bukunya Zero diet menjelaskan, bahwa puasa bukan sekedar untuk melangsingkan tubuh, akan tetapi merupakan sarana yang paling efektif untuk penyembuhan berbagai macam penyakit atau gangguan tubuh. Dengan puasa akan membuat larutnya gumpalan lemak (kolestrol) bersama dengan sisa-sisa makanan yang mengandung zat-zat beracun.
Sebagian besar (jumhur) ahli-ahli kesehatan sepakat mengatakan,bahwa alat pencernaan (perut) adalah merupakan sumber dari berbagai macam penyakit. Hal ini sejalan dengan ajaran Nabi yang dilukiskan para hukamah yang berbunyi: Al-bithnu ashlid-daai wal miyatu ashlud-dawaa i (Perut itu pangkal segala penyakit, dan memeliharanya itu pangkal dari pada pengobatan).
Perut merupakan terminal dalam tubuh. Tempat dimana berlabuh dan berhenti segala makanan dan minuman. Ikan, daging, nasi, sayur, dan segala makanan dan segala macam bertumpuk disana dan tersimpan dalam beberapa waktu. Justru itulah perut dibersihkan setidaknya sekali dalam setahun dengan jalan mengerjakan puasa.
FAKTOR PSIKOLOGI
Dokter Carel yang pernah mendapat hadiah nobel mengatakan: ketentraman yang ditimbulkan karena ibadah dan do’a, merupakan pertolongan besar bagi pengobatan. Maka kalau kita kaitkan antara ibadah puasa dengan kejiwaan (Psikologi) sebagai alat penyembuhan suatu penyakit, memang mempunyai hubungan yang erat. Disamping itu membuat seseorang menjadi lebih gembira terutama ketika setiap akan berbuka. Hal itu dilukiskan oleh Nabi saw dalam haditsnya yang berbunyi:
للصائم فرحتان يفرح بهما فرحة عند إفطاره وفرحة عند لقاءربه.
Artinya: “Orang yang berpuasa mengalami dua kegembiraan, yaitu kegembiraan diwaktu berbuka puasa dan kegembiraan ketika berjumpa Tuhanya. Hadits Sunan Ibnu Majjah .
Perasaan gembira ktika berbuka itu memang luar biasa. Sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata, dengan angka dan aksara. Maka apabila kita kaitkan dengan ketentraman jiwa dan perasaan gembira dengan usaha penyembuhan atau alat pertolongan pada pengobatan sebagaimana yang dikatakan oleh Dr. Carel, berarti puasa termasuk dalam bahagian itu (pengobatan).
ASPEK SOSIAL
Dalam hubungannya dengan bulan puasa Ramadhan, bentuk-bentuk aktiviti sosial hendaknya digalakkan dan digandakan dari bulan-bulan lainnya. Sebab bulan puasa dalam Islam merupakan bulan kebaikan, rahmat dan pengampunan (maghfirah). Oleh karena itu bulan puasa hendaknya dijadikan sebagai bulan sosial yang bisa menyelesaikan problematika sosial umat Islam terutama pengentasan kemiskinan.
Sudah menjadi naluri seorang muslim, ketika akan memasuki bulan puasa, benih-benih kesosialan akan muncul sendiri dari batin insan mukmin. Perasaan peka ini timbul tanpa diundang ataupun dipaksakan. Oleh kareana itu, dalam bulan puasa ini kita akan menyasikan berbagai kegiatan sosial. Di antara bentuk kegiatan sosial dalam bulan puasa adalah menyediakan buka puasa bersama, menyedekahkan harta, mempererat hubungan silaturrahim antara keluarga dan lain-lain.
Dari kegiatan sosial ini akan kelihatan jelas hakikat puasa bagi seorang muslim. Jika seorang muslim membiasakan diri memberi bantuan pada bulan puasa, maka hendaknya kebiasaan itu dilanjutkan pada bulan-bulan berikutnya. Dengan sikap seperti ini, sudah dapat dipastikan tercipta kebersamaan dan persatuan umat Islam untuk mengentaskan kemiskinan.
Dengan demikian, seorang muslim dalam bulan puasa Ramadhan dapat memberikan harapan kehidupan yang optimis pada jiwa saudaranya yang hidup dalam kemiskinan.
Dalam konteks sosial umat islam saat ini, zakat perlu ditingkatkan, sebab zakat merupakan instrumen penting seorang mu’min. Karena zakat itu sendiri berada pada posisi kedua dari rukun Islam. Dan ini menandakan betapa pentingnya peranan zakat dalam Islam. Dan ini terbukti dari beberapa firman Allah swt, manakala perkataan shalat selalu bergandengan dengan perkatan zakat. Sebagai contohnya, di dalam al-Qur’an disebutkan:
وأقيموا الصلاة وآتوا الزكاة وركعوا مع الراكعين.
Yang artinya: “Dan dirikanlah Sholat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk. Al Baqarah: 43.
Dan masih banyak lagi ayat lain seperti: al-Baqarah: 110. an-Nisa’: 77. at-Taubah: 5, 11. al-Hajj: 41, 78. an-Nur: 56. al-Mujadilah: 13. al-Muzammil: 20. al-Anbiya: 73.
Dari sekian ayat di atas, pesan yang dapat ditangkap adalah bahwa zakat merupakan media komunikasi hamba dengan Allah. Di sampng itu zakat merupakan instrumen Allah kepada hambanya untuk memanusiawikan manusia.
Pada permulaan tulisan ini disebutkan bahwa salah seorang tokoh orientalis bernama Ricardo de Monte Croce, mengakui kemapanan dan kemampuan zakat dalam mengentaskan kemiskinan. Dan zakat merupakan bukti bahwa Islam sangat memperhatikan nasib orang miskin. Sebab zakat ini merupakan sarana pemerataan hidup dengan target meminimalkan angka kemiskinan.
Betapa tidak, seorang mukmin tatkala mengingkari kewajiban zakat ini akan digolongkan sebagai orang kafir. Sebab seorang muslim akan diukur nilai ketaatannya dalam mengamalkan Islam dari aspek zakat. Dalam artian, iman seseorang belum mencapai tahap kesempurnaan kalau belum mengeluarkan kewajiban zakatnya.
HIKMAH HAJI
1. Aspek
Sosial
Berkumpulnya umat Islam dari
seluruh penjuru dunia, dengan berbagai ras, bangsa dan bahasa, merupakan satu
momentum untuk mempererat tali persaudaraan, serta untuk bermusyawarah
memecahkan problema-problema bersama, sambil menampakkan ke dunia luar syiar Islam
serta persatuan dan kesatuannya.[4] Islam juga mengajarkan adanya
persamaan, yaitu sama-sama beribadah dan bertaqwa kepada Allah Swt, tanpa
membedakan antara kaya dan miskin, pandai dan awam.[5]
Haji merupakan ibadah yang
wajib dilaksanakan apabila seorang hamba telah mampu. Allah Swt mensyariatkan
ibadah haji agar umat Islam berkumpul di satu tempat dengan berbagai jenis
bangsa, aliran, dan berjauhan negara serta daerahnya. Apabila umat Islam
berkumpul dari tempat yang jauh, niscaya terjadi perkenalan dan persahabatan.[6] Bangsa Arab berkenalan dengan bangsa
India, bangsaTurki berkenalan dengan bangsa Cina, bangsa Jawa berkenalan dengan
bangsa Dayak, bangsa Banjar berkenalan dengan bangsa Maroko dan demikian
seterusnya. Jadi, dengan adanya pertemuan umat Islam sedunia, timbul rasa
persaudaraan, dan dapat saling bertukar kepentingan dunia dan akhirat, maka
dari ibadah haji ini diperoleh hikmah adanya persamaan, persatuan dan
perdamaian.
2. Aspek
Ekonomi
Al-Qur’an secara tegas
menyatakan bahwa berjual beli di bolehkan pada musim haji (Q.S.Al-Baqarah: 198)
sehingga dengan berkumpulnya kaum-kaum muslim dalam satu lokasi dan dengan
jumlah yang demikian besar memberikan kesempatan untuk mengadakan hubungan
perdagangan/ekonomi baik secara langsung ketika itu, maupun tidak langsung.[7] Suku bangsa yang satu mengenal
keadaan perdagangan, perindustrian, pertanian, dan manfaat lain yang ada pada
bangsa lain.
3. Aspek
Etika
Kedatangan kaum muslimin ke
Makkah sebagai pemenuhan panggilan Allah Swt yang dikumandangkan oleh Nabi
Ibrahim as dan peneladanan beliau demikian pula kedatangan mereka menziarahi
kuburan Nabi Muhammad SAW, walaupun ziarah tersebut tidak termasuk dalam
rangkaian ibadah haji yang di wajibkan tetapi merupakan pengakuan jasa-jasa
Nabi nabi tersebut serta pernyataan penghormatan dan pengagungan kepada mereka.[8]
4. Aspek
Kejiwaan
a) Ketentraman
Jiwa
Haji adalah salah satu cara
untuk membersihkan jiwa dalam arti bahwa seseorang yang berada dalam lingkungan
Ka’bah merupakan arah dan tempat ketika di jadikan Allah Swt untuk menghadap kepada-Nya,
akan merasa dekat denganNya sehingga ia menyampaikan keluhan dan harapannya
dalam suasana kedekatan tersebut dan hal ini menimbulkan rasa kelezatan rohani
dan ketentraman jiwa yang tidak terlukiskan.[9]
b) Pendidikan
Akhlak
Jika orang hendak melakukan
haji, sebelum keluar dari rumahnya bertaubat kepada Allah Swt, mengganti dan
berniat tidak melakukan dosa dan kejahatan lagi. Tidak melakukan semua ibadah haji
melainkan ia berkeyakinan bahwa Allah Swt mengampuni dosa dan menghapusnya dari
catatan-catatan amal perbuatannya.[10]
Jika dibujuk oleh hawa
nafsunya untuk melakukan dosa, ia mengusir nafsu untuk berbuat jahat dan
menundukkan kebinalannya, dan segera bertaubat. Jika orang yang melakukan haji
dibujuk oleh hawa nafsunya untuk melakukan dosa atau kejahatan, dia tidak lepas
dari manusia di sekitarnya yang mendidik dan memandang dosa itu dengan matanya
sebagai keburukan.[11]
c) Menyemai
Keinsyafan
Ibadah haji pasti memberi
keinsafan yang kita pasti akan bertemu Allah Swt hanya dengan bekalan amal
kebaikan dan taqwa. Pangkat dan harta hanyalah perhiasan duniawi.
d) Meningkatkan
Rasa Syukur
Meningkatkan rasa syukur
sedalam-dalamnya atas segala karunia Allah Swt sehingga mempertebal rasa
pengabdian kepadaNya.[12]
e) Mempertebal
Rasa Sabar
Mempertebal rasa sabar dan
meningkatkan ketaatan terhadap ajaran-ajaran agama. Selama menjalankan ibadah
haji, merasakan betapa berat perjuangan yang di hadapi untuk mendapatkan
keridhaan Allah Swt.
5. Aspek
Ibadah
Dalam pelaksanaan ibadah haji,
nampak secara jelas aspek-aspek ibadah, yang dapat dilihat dalam tata cara yang
ditetapkan. Tata cara tersebut apabila di tinjau secara lahiriah, tanpa
memperhatikan makna-makna yang terkandung di dalamnya, dapat menimbulkan
kesalahpahaman-kesalahpahaman, seperti berkeliling (tawaf) di Ka’bah, berjalan
mondar mandir antara bukit Shafa dan Marwah, melontar batu-batu kecil dan
sebagainya, namun walaupun hal-hal tersebut belum/tidak di pahami oleh
seseorang ia harus melaksanakannya sebagai tanda tunduk, patuh dan meneladani
Nabi SAW.
No comments:
Post a Comment