Wednesday 21 September 2016

FAKTA DAN HIKMAH DIBALIK GERAKAN SHALAT MENURUT ILMU KESEHATAN

FAKTA DAN HIKMAH DIBALIK GERAKAN SHALAT MENURUT ILMU KESEHATAN

A. Takbiratul Ihram
Manfaat: Gerakan ini melancarkan aliran darah, getah bening (limfe), dan melatih otot lengan. Saat mengangkat kedua tangan, otot bahu mengalami peregangan sehingga aliran darah kaya oksigen akan menjadi lancar.

B. Berdiri bersedekap
Manfaat: Gerakan ini menghindarkan gangguan persendian pada tulang-tulang anggota gerak atas

C. Rukuk
Manfaat: Apabila dilakukan dengan sempurna, yaitu tubuh ditekuk membentuk sudut 90 derajat, postur ini akan menjaga kesempurnaan posisi dan fungsi tulang belakang (corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat saraf. Tangan yang bertumpu di lutut berfungsi untuk relaksasi otot-otot bahu hingga ke lengan bawah. Selain itu, rukuk juga dapat melatih sistem kemih sehingga dapat mencegah gangguan prostat.

D. I'tidal
Manfaat: Variasi gerakan berdiri dan bungkuk pada rangkaian gerakan rukuk-i'tidal-sujud merupakan latihan bagi organ pencernaan yang baik. Organ pencernaan dalam perut mengalami pemijatan dan pelonggaran secara bergantian. Hal ini dapat melancarkan dan memelihara fungsi sistem pencernaan.

E. Sujud
Manfaat: Posisi jantung yang lebih tinggi dari otak menyebabkan darah kaya oksigen mengalir lancar menuju otak. Sebuah riset yang dilakukan di AS menyimpulkan bahwa sujud dapat menyebabkan pasokan darah kaya oksigen mengalir lancar menuju otak, hal ini dapat memelihara dan memacu kerja sel-sel otak yang akan meningkatkan kecerdasan. Karena itu, bersujudlah dengan tuma'ninah (tidak tergesa-gesa) agar pasokan darah kaya oksigen mencukupi kebutuhan sel-sel otak. Menurut kabar, seorang dokter berkebangsaan AS dari Harvard University yang telah membuktikan kebenaran hasil riset tersebut melalui penelitian yang dikembangkannya sendiri secara diam-diam mengenai gerakan sujud menyatakan dirinya menjadi muallaf. Bersujud juga dapat mencegah wasir. Khusus bagi wanita, rukuk dan sujud dapat memelihara organ kewanitaan sehingga dapat menjaga keharmonisan rumah tangga. Bersujud juga dapat melatih otot dada. Hal ini disebabkan karena saat sujud, beban tubuh bagian atas bertumpu pada lengan sampai tangan. Hal ini merangsang otot dada untuk ikut berkontraksi. Bagi pria, hal ini berguna untuk membentuk tubuh lebih indah. Bagi wanita, hal ini dapat membantu mengencangkan dan memperindah payudara dan meningkatkan kualitas ASI. Sujud juga dapat melatih otot perut dan rahim untuk berkontraksi sekuat mungkin saat persalinan sehingga mempermudah proses persalinan, hal ini karena saat sujud, otot perut dan rahim berkontraksi penuh.

F. Duduk Iftirasy (Duduk di Antara 2 Sujud/Duduk Tahiyat Awal)
Manfaat: Saat duduk iftirasy, kita bertumpu pada pangkal paha yang dilewati saraf skiatik (nervus ischiadicus), hal ini dapat memelihara fungsi saraf skiatik. Hal ini dapat mencegah penyakit skiatika (ischialgia), yaitu gangguan di sepanjang daerah yang dipersarafi saraf skiatik yang menyebabkan nyeri dari punggung bagian bawah sampai kaki yang luar biasa sehingga menyebabkan penderitanya tidak mampu berjalan. 

G. Duduk Tawarruk (Duduk Tahiyat Akhir)
Manfaat: Duduk tawarruk yang sempurna sangat baik bagi pria karena dapat membantu mencegah impotensi dan mencegah gangguan pada ureter, kandung kemih (vesica urinaria), vas deferens, dan uretra. Variasi posisi telapak kaki pada duduk iftirasy dan tawarruk menyebabkan seluruh otot tungkai berkontraksi dan berelaksasi secara bergantian gerakan. Gerakan yang harmonis dan teratur inilah yang menjaga kelenturan dan kekuatan organ kaki kita.

H. Salam
Manfaat: Gerakan menoleh kiri dan kanan secara maksimal dapat merelaksasikan otot leher dan sekitar kepala, hal ini dapat melancarkan peredaran darah di kepala. Gerakan ini mencegah mudah sakit kepala dan migrain. Selain itu, hal ini dapat menjaga kekencangan kulit wajah sehingga dapat menunda timbulnya keriput dan membuat kesan awet muda.

DIMENSI PSIKOLOGIS SHOLAT
Disamping mempunyai pahala yang besar, shalat berjamaah ternyata menurut Haryanto (1993;1994), mempunyai dimensi psikologis tersendiri, antara lain: aspek demokratis, rasa diperhatikan dan berarti kebersamaan, tidak adanya jarak personal, pengalihan perhatian (terapi lingkungan) dan interdependensi (lihat Ancok, 1985; 1989; 1992; Arif;1985).
A. Aspek demokratis
Aspek psikologis pertama shalat berjamaah adalah aspek demokratis. Hal ini terlihat dari berbagai aktivitas yang melingkupi shalat berjamaah itu sendiri, antara lain:
1. Memukul kentongan atau bedug
Di masjid, langgar, surau, atau musholah terutama di pedesaan dan sebagian di perkotaan ada kentongan atau bedug sebagai tanda memasuki waktu shalat. Dalam hal ini siapa saja boleh memukul kentongan atau bedug tersebut, tentunya harus mengerti aturan atau kesepakatan di daerah tersebut. Ini berarti Islam sudah menerapkan bahwa kedudukan manusia sama, tidak dibedakan berdasarkan berbagai atribut kemanusiaan. Konon tanda ini diciptakan oleh Sunan Kali Jogo salah seorang wali sanga (sembilan) yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa syarat dengan simbul-simbul. Menurut orang jawa bunyi kentongan adalah “thong…thong…thong…” artinya masjidnya masih kothong (kosong), kemudian disilahkan masuk dengan bunyi bedug, yaitu”bleng…bleng…bleng…”. Dalam bahasa Jawa ada kata untuk meyangatkan, misalnya: masuk “(mlebu…bleng…)”, lari (mlayu…jranthal), dan sebagainya.
2. Mengumandangkan adzan
Adzan merupakan tanda waktu shalat dan harus dikumandangkan oleh “tukang adzan” (bang atau muadzin). Siapa yang mengumandangkan adzan tidak dipersoalkan
oleh Islam karena pada prinsipnya siapa saja boleh. Namun, perlu diingat bahwa adzan adalah bagian dari syiar Islam, sehingga memang benar-benar orang yang mengerti dan diharapkan mempunyai suara yang bagus (lafal, ucapannya baik dan benar) syukur mempunyai “nafas” yang panjang, sehingga pada saat adzan tidak terputus ditengah jalan. Nabi Muhammad SAW sendiri memilih Bilal manta budak yang hitam legam kemudian masuk Islam sebagai “bang (tukang adzan) karena kuat suara dan fasih lafalnya”. Pengangkatan Bilal sebagai “bang” ini juga sudah merupakan suatu revolusi yang sangat luar biasa, karena pada saat itu yang namanya budak sudah tidak dihargai lagi harkat dan martabat kemanusiaan. Isalam justru datang untuk memerdekakan budak (Bilal) kemudian memperoleh kehormatan menjadi orang yang menyeru kepada kebaikan. Sayang saat ini banyak yang tidak memahami fungsi adzan ini, misalnya banyak muazin anak-anak atau para manula/lanjut usia. Sehingga suaranya tidak bagus, lafalnya tidak pas (fasih) dan bahkan sering terputus (tidak kuat) di tengah jalan.
3. Melantunkan iqomat
Kalau adzan adalah tanda waktu memasuki shalat, maka iqomat adalah sebagai tanda bahwa shalat (berjamaah) akan segera dimulai. Ibaratnta dalam militer, maka iqamat ini adalah “aba-aba” pasukan akan diberangkatkan. Sepertihalnya memukul bedug dan adzan, maka iqamat ini juga dapat dilakukan oleh siapa saja bahkan tidak harus yang tadi beradzan. Para jamaah tidak boleh atau bisa menghentikan seseorang untuk iqamat dikarenakan ada teman atau “bosnya” belum datang. Diharapkan jarak antara adzan dan iqamat tidak terlalu lama hal ini sekaligus pula menggambarkan masalah kedisiplinana dan penghargaan terhadap waktu. Salah satu contoh di Pondok Pesanteren Suryalaya, jarak antara adzan dan iqamat hanyalah shalat sunat. Sehingga mereka tidak akan dapat “beleha-leha, seenaknya”, kalua hal ini dilakukan berarti mereka akan ketinggalan shalat berjamaah. Namun tidak jarang terjadi di suatu masjid jarak antara adzan dan iqamat sangat panjang, bahkan sudah diselingi berbagai macam pujian atau bacaan shalawat namun baik makmum maupun imamnya belum juga datang. Sehingga sering ada gurauan: “memukul kentongan sendiri, adzan dan iqamat juga dia sendiri, saat mendirikan shalat juga sendiri…ada yang lewat…borongan nich yee…”.
4. Pemilihan/pengisian “ barisan/shaf”
Pada saat seseorang masuk ke Masjid maka siapa saja tidak pandang bulu, apakah ia seorang mahasiswa, dosen, guru besar atau karyawan; apakah ia guru atau murid; apakah ia kopral/jendral; apakah ia presiden/pesinden; apakah dia mentri/mantri; apakah ia seorang konglomerat/gembel, atau atribut yang lain. Siapa pun ia memperoleh hak di depan atau shaf pertama atau dengan kata lain siapa yang datang dahulu maka boleh menempati tempat yang paling “ terhormat “ yaitu di depan. Bahkan dalam hadist disebutkan “kalau engkau mengetahui fadhilah shaf pertama,maka engkau meminta untuk diundi” . Namun sering mereka memasuki masjid seperti masuk ke gedung bioskop, yaitu justru menempati barisan paling belakang dan justru yang depan tidak terisi. Hal ini sering justru memberi kesempatan kepada jamaah yang datang akhir akan melakukan yang tidak di anjurkan oleh agama, yaitu melewati para jamaah yang datang lebih awal bahkan mungkin melompatinya.
5. Proses pemiliha imam
Shalat berjamaah harus da yang menjadi imam dan makmum, meski itu hanya berdua. Apabila diperhatikan maka seolah-olah ada suatu musyawarah untu memilih imam (pemimpin) dalam shalat yang dilakukan di masjid, langgar, surau/musholah. Ternyata unuk menjadi imam harus memenuhi kriteria tertentu, sesuai dengan hadist nabi (Sa’id hawa,1987):
“Orang yang menjadi imam hendaknya yang paling baik bacaannya (dalam mambaca) Al-Quran. Jika mereka sama baiknya dalam bacaan, maka orang yang paling mengetahui sunah. Jika mereka sama pengetahuannya tentang sunah, maka orang yang paling dahulu hijrah. Jika mereka bersamaan dalam hijrah, maka orang yang paling tua umurnya. Dan janganlah seseorang diimami (orang lain) di rumahnya, dan tidak duduk atas penghormatannya kecuali dengan izinnya (HR.Muslim dan Ashabus Sunan).”
Jadi dapat disimpulkan bahwa seorang imam secara gradasi mempunyai persyaratan sebagai berikut:
· Fasih bacaan Al-Quran
· Mereka yang mengerti hadist-hadist nabi
· Lebih dahulu hijrahnya, kalau tidak ada maka dipilih,
· Yang lebih tua
· Diutamakan tuan rumah daripada tamu
· Imam adalah salah seorang dari mereka yang disenangi dalam kelompok tersebut bukan yang dibenci, tidak disukai atau ditolak.
“Dari Abdulah bin Amrra. Nabi bersabda: Ada tiga golongan yang tidak diterima shalatnya:(1) Orang yang maju ke depan kaum untuk menjadi imam, sedangkan mereka membencinya, (2) Orang yang biasa mengakhirkan shalat (waktunya terlah habis), (3) Orang yang memperbudak orang yang merdeka”.
Hal ini menunjukkan bahwa untuk menjadi imam (pemimpin) memerlukan syarat-syarat tertentu atau kualifikasi tertentu namun hal ini tidak diperlukan bagi makmum. Hal ini dijelaskan oleh dai sejuta umat KH. Zainuddin MZ. (1993), yaitu bahwa untuk memilih pemimpin harus ada syarat-syarat atau kriteria tertentu, sedangkan untuk menjadi rakyat atau masyarakat umum tidak perlu adanya”persyaratan” seperti memilih pemimpin. Disamping itu makmum suatu saat juga dapat menjadi imam sehingga seorang makmum harus mempersiapkan menjadi imam. Sehingga regenerasi atau pergantian pemimpin akan terjadi secara alamiah, tidak harus dengan demo atau kudeta. Di samping itu pada saat sebelum shalat, selama shalat dan setelah menjalankan shalat maka ada tingkah laku imam yang dapat kita kaji:
a. Imam sebelum melakukan shalat harus memperhatikan jamaah, terutama memeriksa barisan (shaf) kemudian memerintahkan agar lurus dan merapatkan barisan, karena rapat dan barisan itu salah satu kesempurnaan shalat.Adapun ucapan imam yang disunahkan adalah: “Samaratakanlah shafmu, karena menyamaratakan shaf itu merupakan kesempurnaan shalat (HR.Bukhari-Muslim).”
b. Imam adalah manusia biasa sehingga dimungkinkan untuk lupa, salah bacaan atau salah gerakan atau batal, misalnya buang angin (kentut). Hal ini ada prosedur untuk mengingatkan, membetulkan, atau mengganti imam oleh makmum, antara lain:
*> Kalau imam lupa, maka makmum dengan segera wajib untuk mengingatkan, yaitu dengan membaca “ Subhanallah (Maha Suci Allah)” bila jamaah laki-laki; dan bertepuk tangan; bila jamaah wanita.
*> Bila imam melakukan kesalahan, terutama bacaan maka makmum harus segera membenarkan. Dalam hal ini imam tidak boleh tersinggung atau marah bila dibetulkan oleh makmum yang mungkin mempunyai tingkatan atau posisi yang lebih rendah. Pada saat berlangsung shalat imam (pemimpin) ini tetap harus memperhatikan makmum. Nabi pernah memperpendek shalat gara-gara Beliau mendengar seorang anak kecil sedang menangis. Nabi juga pernah memarahi sahabatnya yang mengimami shalat dengan bacaan-bacaan yang terlalu panjang, hingga para makmum mengeluh. “ Jangan membuat fitnah,”kata nabi (Mustofa Bisri, 1995) menegur sang imam. Jadi ima harus memperhatikan makmumnya, mungkin ada yang kuat tapi ada juga yang lemah, ada yang sehat namun ada pula yang kurang sehat, ada yang banyak waktu, ada pula yang terburu-buru dan sebagainya. Ditambahkan oleh KH. Drs. Effendi Zarkasi (1999) hal ini mengisyaratkan bahwa pemimpin harus mengerti “ penderitaan rakyat”.
*> Kalau imam batal, misalnya buang angin (kentut), maka secara otomatis ia harus mundur, harus “lengser” dengan “jujur dan legowo”. Meskipun makmum tidak tahu kalau imam tersebut batal, dan juga tidak harud “didemo” oleh makmum ia harus mundur dengan baik-baik dan dengan prosedur yang benar. Kemudian makmum yang paling depan menggantikan imam, dan tidak harus membuat shalat baru melainkan, langsung meneruskan apa yang kurang dari imam yang lama. Hal ini mengisyaratkan bahwa kalau pemimpin sudah “batal atau dianggap batal oleh makmum” ia harus lengser, dan makmum (rakyat) terutama yang dibelakangnya (punya kemampuan) harus segera menggantikannya.
Alangkah indahnya dan bagusnya nilai-nilai demokratis yang terdapat dalam shalat tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga, masyarakat, organisasi, pemerintah (negara) dan yang saat ini sangat ramai dibicarakan, yakni”kehidupan partai”.
Penelitian-penelitian pada bidang psikologi membuktikan bahwa keluarga yang demikratis ternyata mempengaruhi perkembangan anak-anaknya, misalnya anak-anaknya akan mempunyai ciri:locus of controlnya cenderung internal, motif berprestasinya tinggi, dan lebih asertif. Penelitian di Amerika yang dikutip oleh majalah Intisari ( Haryanto, 1993) memaparkan hubungan antara sikap orang tua dengan angka kecedasan. Penelitian ini dengan sampel anak-anak nerusia 3 tahun, hasilnya menunjukkan:
* Sangat tidak ramah 1.0 angka mundur
* Pasif, kurang perhatian 0.5 angka mundur
* memerintah dan menekan 0.5 angka maju
* Sabar, kurang perhatian 5.0 angka maju
* Sabar penuh perhatian 8.0 angka maju
Penelitian ini memang masih harus di kaji lagi, namun secara umum suasana yang demokratis baik itu dalam rumah tangga,industri,organisasi sosial, organisasi politik maupun dalam pemerintah akan sangat berpengaruh pada para anggota kelompok tersebut.Dan tentunya dalam jangka panjang akan mempengaruhi produktifitas kerja karyawan.
B. Rasa diperhatikan dan berarti
Seseorang yang merasa tidak diperhatikan atau diacuhkan oleh keluarganya, masyarakat atau lingkungan dimana ia berada sering mengalami gangguan atau goncangan jiwa. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang stress, depresi dan berakhir dengan bunuh diri. Pada shalat berjamaah ada unsur-unsur rasa diperhatikan dan rasa berarti bagi diri seseorang. Beberapa aspek pada dimensi ini antara lain:
1.Memilih dan menempati shaf. Dalam shalat sipa saja datang terlebih dahulu “berhak” untuk menempati shaf atau barisan pertama atau terdepan. Dalam agama shaf terdepan dan sebelah kanan merupakan shaf yang utama, seperti hadist nabi:
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas shaf pertama dan shaf-shaf yang pertama (HR. Abu Daud, An Nasai dari Al-Bara)”
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas shaf-shaf sebelah kanan (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah dari ‘Aisyah)”
Hal ini tentunya sangat berati bagi seseorang yang dilingkunganya tidak memperoleh peran, ia selalu diremehkan, tidak pernah dapat menjadi sebab dari suatu akibat. Perasaan-perasaan seperti ini tidak mengherankan sebagai salah satu motifasi anak remaja masuk ke gang atau berbuat negatif atau menyalahgunakan narkotika.
2. Setelah duduk maka para jamaah mempunyai kebiasaan untuk bersalaman dengan jamaah yang berada di kanan dan kiri bahkan tidak jarang dengan sebelah depan dan sebelah belakang. Hal ini menunjukkan bahwa ia mempunyai kedudukan yang sama dan berhak untuk menyapa lingkungannya, sedang itu mungkin tidak ia temui dilingkungnnya.
3. Pada saat mengisi shaf dan meluruskan shaf, apabila shalat akan di mulai, maka imam akan memeriksa barisan kemudian akan “memerintahkan” pada makmum untuk mengisi shaf yang kosong dan merapatkan barisan. Hal ini juga tidak memperdulikan “siapa itu makmum”,kalau ada shaf yang kosong harus segera di isi dan juga kalau kurang rapat harus di rapatkan.Karena lurus dan rapatnya shaf merupakan faktor pendukung kesempurnaan shalat.
4. Pada saat membaca “Al Fatihah” maka para makmum mengucapkan “ Amin (kabulkanlah doa kami)” secara serempak, bersama-sama,dan juga dalam mengikuti gerakan iman. Tidak boleh saling mendahului karena mungkin merasa mempunyai kedudukan atau atribut lain yang lebih dari imam.Bahkan dalam sebuah hadist sangat tegas bahwa mereka yang mendahului imam nanti di akhirat kepalanya akan di ganti dengan kepala keledai!
5. Demikian pula saat akan mengakhiri shalat mereka mengucapkn salam ke kanan ke kiri serta dengan saling bersalaman lagi, dan (mungkin)ada wirit dan doa bersama.
Semua ini sangat penting atau sangat dibutuhkan pada saat kemajuan ilmu dan teknologi yang begitu pesat, sehingga ada kecenderungan manusia sangat individualis, permisif, dan materialistis. Kecenderungan ini menyebabkan seseorang merasa asing dalam lingkungan yang begitu ramai. Semua urusan diukur dengan materi, pertolongan, urusan, jasa dan tindakan-tindakan sekecil apapun sering dihargai dengan materi atau fulus. Sehingga ada pepatah “Ada fulus urusan mulustiada fulus lumampus”. Dan ada pula yang membuat pelesetan “KUHP (kasih uang habis perkara); UUD (ujung-ujungnya duit atau uang); Maju Tak Gentar Membela Yang Bayar”. Shalat berjamaah akan menambah “kebermaknaan” seseorang dan sangat penting dalam menumbuhkan kesehatan mental.
C. Perasaan kebersamaan
Shalat yang dilakukan secara berjmaah, disamping mempunyai pahala yang lebih banyak daripad shalat sendirian seperti telah dipaparkan di atas juga mempunyai nilai sosial atau kebersamaan. Menurut Djamaludin Ancok (1989) dan Utsman Najati (1985) aspek kebersamaan pada shalat berjamaah menpunyai nilai terapyutik, dapat menghindarkan seseorang dari rasa terisolir, terpencil, tidak dapat bergabung dalam kelompok, tidak diterima atau dilupakan. Apabila diterapkan pada mereka yang menyalahgunakan narkotika, salah satu sebab mereka menyalahgunakan narkotika adalah untuk mengatasi alianasi (monks, dkk,1987). Dalam kondisi alianasi total seseorang dapat masuk ke dalam kelompok yang menentang norma-norma masyarakat (kontra kultur), menjadi social drop out atau menjadi pencandu narkotika.
Shalat yang dilakukan berjamaah juga mempunyai efek terapi kelompok (group terapy) sehingga perasan cemas, terasing, takut, menjadi nothing atau nobody akan hilang (lindgren dalam Adi, 1985). Di dalam kelompok seseorang dapat merasakan adanya universalitas, merasa adanya orang lain yang memiliki masalah yang sama dengan dirinya. Suasana demikian sangat penting bagi mereka yang bermasalah, misalnya anak-anak yang menyalahgunakan narkotika, yang secara langsung atau tidak tidak langsung mereka telah dibuang atau disingkirkan dari keluarga. Perasaan universalitas ini akan meningkatkan pembukaan diri dan memberikan motivasi untuk berubah yang lebih besar dan membantu proses penyembuhan.
D. (Tidak ada) Jarak Personal (Personal Space)
Salah satu kesempurnan shalat berjamaah adalah lurus dan rapatnya barisan (shaf)a jamaahnya.Ini berarti tidak ada jarak personal antara jarak satu dengan yang lainnya. Pada saat ini banyak orang yang merasa sepi di tempat yang ramai, merasa asing dengan dirinya sendiri, merasa asing dengan rumahnya, merasa asing dengan anak atau istrinya, dan sebagainya. Semakin jauh jarak personal seseorang berarti akan semakin tidak intim, dan ini akan memungkinkan terjadinya kesepian, keterasingan (alianasi) pada diri seseorang. Kajian mengenai jarak personal ini sudah banyak dilakukan pada psikologi lingkungan yang membuktikan bahwa semakin asing seseorang pada orang lain berarti semakin lebar atau jauh jarak personal. Sebaliknya jika semakin intim maka akan semakin dekat jarak personalnya.
Dalam shalat berjamaah jarak personal ini boleh dikata tidak ada, karena pada saat para jamaah mendirikan shalat mereka harus rapat dan meluruskan barisan demi keutamaan shalat. Masing-masing berusaha untuk mengurangi jarak personal, bahkan kepada mereka yang tidak ia kenal, namun merasa ada sati ikatan yaitu “ikatan akidah (keyakinan)”. Hal ini ditunjukkan oleh hadist nabi saw berikut ini:
“Adalah Nabi Muhammad saw mendatangi sudut-sudut barisan shaf dan menyamaratakan dada-dada jamaah dan bahu-bahunya, seraya bersabda:Jangan kamu maju mundur yang menyebabkan pula maju mundur hatimu, bawasanya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas ahli shaf pertama,” (HR. Ibnul Khuzaiman)
“Dirikanlah shaf, dan sejajarkanlah bahu,dan tutupilah tempat yang lapang, dan lembutkanlah dirimu bila di tarik oleh tangan-tangan saudaramu, dan janganlah kamu biarkan lapangan-lapangan setan.Barang siapa menyambung shaf,niscaya Allah akan menyambungkan dan barang siapa memotong shaf,niscaya Allah akan memotongnya (berhubungan dengannya).”(HR.Daud dan Abu Bakar)
“Samaratakan shafmu,karena menyamakan shaf itu merupakan kesempurnaan shalat.”(HR.Bukhari-Muslim).
Berdasarkan berbagai hadist di atas jelas betapa pentingnya rapat dan lurusnya shaf tersebut yang akan mendukung terciptanya jarak pribadi yang sangat minim dan dapat di kaji lebih jauh sebagai berikut:
*> Nabi mendatangi para jamaah dalam rangka memeriksa shafnya,apakah sudah lurus dan rapat atau belum.Hal ini seperti dalam tradisi militer seorang komandan memeriksa/inspeksi barisan.
*> Maju dan mundurnya shaf yang berarti bentuk lahiriah atau tingkah laku namun oleh nabi di kaitkan dengan sesuatu yang ada dalam diri seseorang, yaiyu hati.Jadidengan kata lain kalau barisannya maju atau mundur dalam shalat,berarti hatinya juga maju-mundur, atau shalatnya tidak khusyuk
*> Jamaah yang ada di kanan atau kiri, depan atau belakang oleh nabi dikatakan sebagai “saudara”, hal ini menegaskan bahwa dalam Islam mengenal ada dua macam saudara, yaitu nasab(satu darah/keturunan) dan saudara satu akidah. Hal ini lebih menegaskan, sehingga kalu mungkin ada yang meminta mengisi shaf yang kosong, bahkan dalam hadist di atas adalah”menarik” dirinya mengisi shaf yang kosong tersebut, maka ia akan memenuhi dengan lapang hati.
*> Shaf yang kosong dikatakan oleh nabi adalah sebagai “lapangan setan”. Maka kalau seseorang membiarkan shafnya kosong berarti telah membiarkan setan ada di sampingnya yang akan menggodanya. Apabila kita berbicara tentang terminologi agama khususnya Islam, maka akan seseorang berbuat tidak baik atau jahat akan dua kekuatan yang mempengaruhinya yaitu setan dan nafsu (Haryanto,1999). Berati disini dengan meluruskan dan merapatkan barisan sudah sekaligus menutup jalan setan untuk dapat menggodanya selama shalat.
*> Menyambung dan memutuskan barisan (Shaf) oleh nabi dikemukakan akan berkaitan disambung atau diputuskannya dirinya dengan Allah. Ternyata perbuatan yang nampaknya sangat enteng, yaitu “merapatkan atau memutuskan barisan” sudah mampu untuk menghubungkan dirinya dengan Tuhan atau sebaliknyamemutuskan hubungan dirinya dengan Tuhan.
*> Seperti telah banyak dikutip diatas bahwa hadist tersebut menegaskan menyamaratakan shaf merupakan salah satu komponen kesempurnaan shalat. Artinya kalau ada hal-hal kurang dalam shalat dapat ditutup karena para jamaah sangat memperhatikan barisannya.
E. Terapi lingkungan
Salah satu kesempurnaan shalat adalah dilakukan berjamaah dan lebih utama lagi dilakukan di masjid. Masjid dalam Islam mempunyai peranan yang cukup besar, masjid bukan pusat aktifitas beragama dalam arti sempit namun sebagai pusat aktivitas kegiatan umat. Sehingga shalat di masjid ini mengandung unsur terapi lingkungan (Haryanto, 1993;19994).
Apabila kita mengkaitkan dengan korban penyalahgunaan narkotika yang sebagian besar adalah remaja berarti berkaitan dengan perkembangan sosial. Remaja sudah mulai meninggalkan lingkungan keluarga menuju ke kelompok (Monks, dkk,1987). Menurut Hurlock (1992) ada berbagai macam kelompok remaja, antara lainchume, clique (sahabat karib), crowd, kelompok formal dan gang. Gang remaja inilah yang sering berkaitan dengan tingkah laku yang menyimpang. Diantaranya adalah menyalahgunakan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainya.
Salah satu terapi bagi korban penyalahgunaan napza adalah dengan terapi lingkungan, ia harus pindah dari lingkungan yang kurang mendukung ke lingkungan yang lebih mendukung. Namun hal ini kadang-kadang sulit dilakukan, karena hampir di setiap tempat anak dapat memperoleh obat dan memperoleh teman yang hampir sama dengan temapat yang lama.
Oleh karena itu, lingkungan masjid diharapkan dapat sebagai salah satu alternatif. Di masjid biasanya terdapat aktivitas remaja yaitu “Remaja Masjid”. Kegiatan inilah yang diharapkan ikut memberikan andil terapi. Disamping itu masjid juga syarat dengan kegiatan baik itu keagamaan maupun kegiatan sosial.
Penelitian terhadap para mahasiswa Malaysia yang belajar di Amerika, yaitu antara mereka yang tinggal dekat dengan masjid dan yang jauh dengan masjid ternyata memberikan dampak kepada perbedaan prestasi (Ancok,1985). Mereka yang tinggal dekat dengan masjid ternyata mempunyai prestasi yang lebih baik daripada yang jauh dari masjid.
F. Pengalihan perhatian
Disamping efek terapeutis seperti yang disebutkan diatas, shalat berjamaah mengandung unsur pengalihan perhatian (Haryanto,1993;1994). Pada saat ini orang disibukkan oleh berbagai macam kesibukkan yang menyita pikiran, tenaga, dan perasaan, bahkan kadang-kadang kebutuhan fisik, misalnya makan dan istirahat saja tidak sempat dilakukan. Dalam kondisi seperti ini maka seseorang membutuhkan istirahat dan perubahan suasana. Hal ini juga sekaligus menjadi penjelasan kenapa ditempat tugas, misalnya kantor atau instansi perlu di adakan mutasi, rotasi, alih tugas, mengubah suasana kerja dan sebagainya.
Melakukan shalat berjamaah di masjid atau musholah juga dapat diharapkan akan mengalihkan perhatian seseorang dari kesibukkan yang sudah menyita segala energi yang ada dalam diri seseorang dan kadang-kadang sebagai penyebab stress. Lingkungan masjid atau musholah yang telah tertata dengan baik, tidak seperti dahulu lagi. Misalnya ada dekorasi yang indah, taman yang nyaman, dilengkapi pengatur sirkulasi udara yang baik bahkan telah dilengkapi dengan perpustakaan masjid.
G. Melatih saling ketergantungan (interdependency)
Salah satu buku yang saat ini sangat laris (Best seller) adalah buku yang dikarang oleh Stephen R. Covey ( 1989) yang berjudul The Sevent Habits of Hihgly Effective People. Dikatakan dalam buku ini bahwa ada perubahan paradigma manusia dari tergantung (dependence) menuju ke arah bebas (independence).

ZAKAT DITINJAU DARI ASPEK EKONOMI
Zakat berfungsi sebagai pembersih dan pensuci jiwa, juga berfungsi untuk mengembangkan harta muzakki (yang mengeluarkan zakat), sebagaimana sabda Rasulullah SAW : " Jika engkau telah menunaikan zakat kepada orang yang berhak menerimanya maka sesungguhnya engkau telah membuang dari dirimu kejahatan darinya" (Hadits dari Jabir yang diriwayatkan oleh Tabrani dalam kitab Al Mu’jam al Ausat  jilid  4 bab man ismuhu Asmad  h. 99  no. hadith 1639). 
Harta zakat yang diperoleh seorang fakir akan membantu memberikan kemampuan berbelanja bagi dirinya, demikian juga sebaliknya bagi orang kaya, maka pertambahan demand terhadap barang pokok akan berakibat kepada pertambahan produk bahan pokok tersebut. Selain dari itu harta tidak boleh hanya beredar di sekitar orang kaya saja (lihat QS. Al-Hashr: 7), dan perpindahan harta dari orang kaya ke orang miskin berakibat kepada pertambahan manfaat penggunaan harta tersebut yaitu jika di tangan orang kaya harta tersebut memiliki manfaat yang banyak tetapi akan lebih banyak lagi jika harta tersebut berpindah ke tangan orang miskin karena akan meningkatkan kesejahteraan tarap hidup masyarakat secara umum.
Zakat pada tingkat mikro ekonomi memiliki implikasi ekonomi terhadap perilaku konsumsi dan tabungan individu serta perilaku produksi dan investasi perusahaan tanpa berpengaruh negatif pada insentif bekerja. Dalam perekonomian Islam dimana zakat diterapkan, maka muzakki akan menyalurkan pendapatannya kepada mustahiq. Hal ini akan membuat pendapatan mustahiq akan meningkat, peningkatan pendapatan ini akan meningkatkan pula konsumsi dan sekaligus akan memberikan kesempatan mustahiq untuk menabung.
Zakat pada tingkat makro ekonomi memiliki implikasi ekonomi terhadap efisiensi alokatif, penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, stabilitas makro ekonomi, distribusi pendapatan, pengentasan kemiskinan dan jaring pengaman sosial. Zakat yang menyalurkan sebagian pendapatan muzakki kepada mustahiq akan berakibat meningkatkan permintaan barang dan jasa dari mustahiq, yang umumnya adalah kebutuhan dasar seperti pangan, sandang dan papan. Permintaan yang lebih tinggi untuk kebutuhan dasar masyarakat yang terkait zakat ini, akan mempengaruhi komposisi produksi barang dan jasa yang diproduksi dalam perekonomian, sehingga akan membawa pada alokasi sumber daya menuju ke sektor-sektor yang lebih diinginkan secara sosial. Hal ini akan meningkatkan efisiensi alokatif dalam perekonomian.
Zakat dalam perspektif sistem perekonomian Islam adalah sistem yang ramah terhadap dunia usaha (market friendly), karena zakat memiliki tarif yang rendah dan tetap serta tidak berubah karena sudah diatur dalam syariat. Contoh, zakat yang diterapkan pada basis luas seperti zakat perdagangan, tarifnya hanya 2,5 persen. Ketentuan tarif zakat ini tidak diubah oleh siapapun. Karena itu tidak akan mengganggu insentif investasi dan produksi serta memberikan kepastian usaha.
Kerangka sosial ekonomi perekonomian Islam mendorong penciptaan lapangan kerja melalui dua jalur, yaitu penciptaan pekerjaan dengan upah tetap dan penciptaan peluang wirausahawan. Dan salah satu kerangka institusional penting dalam perekonomian Islam untuk penciptaan lapangan kerja ini adalah zakat. Islam memberi jalan bagi entrepreneurial resources untuk terlibat dalam kegiatan di sektor riil dengan menyediakan kerangka kerja sama atau kemitraan seperti mudarabah, musharakah, dan muzara’ah.
Program pengentasan kemiskinan adalah wajib dalam perekonomian Islam. Dampak zakat terhadap upaya pengentasan kemiskinan adalah sesuatu yang signifikan dan berjalan secara otomatis di dalam sistem Islam. Dalam surah At-Taubah ayat 60, disebut delapan golongan yang berhak menerima zakat. Fakir dan miskin adalah kelompok pertama dan kedua yang menerima zakat. Mereka yang mendapatkan prioritas dan pengutamaan mendapatkan zakat. Ini menunjukkan bahwa mengatasi masalah kemiskinan merupakan tujuan utama dari zakat. Karakteristik ini membuat zakat sangat efektif sebagai instrumen pengentasan kemiskinan karena sangat inheren bersifat pro-poor.


PUASA DITINJAU DARI BERBAGAI ASPEK

Sesungguhnya Allah SWT, telah menjadikan syari’at Islam sebagai penutup sekaligus penyempurna segala syari’at. Di antara keistimewaan syari’at Islam ini adalah kesempurnaanya dan kecakupanya terhadap solusi dari seluruh masalah, serta manfaatnya untuk setiap tempat dan zaman. Walaupun terhadap masalah-masalah atau kejadian-kejadian yang baru dengan berkembangnya tempat dan zaman. Syari’at Islam telah mencakup dan memberi solusinya. Yaitu dengan bersandar kepada hukum-hukum dan kaidah-kaidah sebagai asas yang umum. Allah SWT, berfirman bahwa Al Qur’an telah menjelaskan segalanya: 

“…dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. (Q. S. An Nahl : 89).

Sedangkan yang kita bahas adalah masalah puasa, merupakan rukun islam yang ke-empat,sebagai mana hadist shohih menyatakan "بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ" “Islam itu dibangun atas lima dasar, yaitu salah satunya adalah “As Shiyam”, maka secara tidak langsung kita telah dituntut untuk bersyari’at dengan benar dan baik seperti yang telah Allah SWT, ajarkan kepada nabi Muahammad SAW dan seluruh pengikut-pengikutnya atau umat beliau. Sementara itu, di suatu sisi orang-orang hampir melupakan Syari’at Islam, yang sebagai dasar hukum islam, yang wajib oleh semua orang islam untuk mengetahuinya, agar selamat dunia sampai akhirat.

SYARI’AT PUASA

Alhamdulillah bulan Ramadhan 1431 H tahun ini dapat kita jumpai. Suatu kenikmatan yang luar biasa telah diraih. Peluang mendekatkan diri kepada Allah seraya memohon ampun kepadanya dapat dilakukan. Kita berharap semoga ibadah puasa tahun yang akan datang lebih menjadi berkualitas dibandingkan dengan puasa kita yang tahun-tahun yang lalu atau yang sebelumnya.
Tentunya masih segar di ingatan kita ayat yang populer di dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 183, yaitu: 

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.
Puasa itu hanya beberapa hari saja. Ayat ini merupakan suatu perintah Allah, bahwa puasa itu wajib. Namun disisi lain dengan kewajiban itu banyak aspek-aspek yang mendukung dan sejalan dengan kewajiban itu, seperti aspek kesehatan, aspek ekonomi, bahkan aspek sosial pun ada.

ASPEK KESEHATAN

Puasa bukan sekedar kewajiban atau kesunahan belaka, bukan hanya mendatangkan pahala dan tidak pula sekedar melebur dosa. Akan tetapi lebih jauh dari itu.
Banyak sekali hikmah-hikmah puasa yang terkandung didalamnya. Maka kalau dikaji dengan seksama, diteliti dan dianalisa, akhirnya akan bermuara kepada suatu kesimpulan, bahwa puasa itu merupakan kebutuhan, baik rohani maupun jasmani. Dengan berpuasa, jiwa menjadi tenang, pikiran akan jernih dan damai. Sementara jasmani akan semakin tegar dan bugar.
Hal ini sejalan dengan apa yang disabdakan nabi, dalam salah satu haditsnya yang berbunyi: “Shumu tashihu”.(berpuasalah kamu niscaya akan sehat) H.R. Tabrani dari Abi Umamah dengan Isnad yang hasan. 
Para dokter pakar dan pakar-pakar kesehatan mencoba mengkaji dan menganalisa hadits Nabi ini sampai di mana kebenaranya. Ternyata kebenaran hadits Nabi ini tidak bisa dipunkiri. Banyak dokter-dokter yang mengakuinya. Bukan hanya sekedar mengakui, akan tetapi mereka ikut menjalankannya. Bahkan kepada pasien-pasien mereka, tidak jarang mereka perintahkan untuk berpuasa sebagai alat pengobatan. 
Salah seorang pakar kesehatan yang bernama Dr. Wernan Macfadan mengatakan “Saya tertarik dan percaya bahwa puasa sanggup menyembuhkan segala macam penyakit di mana segala usaha pengobatan lainya telah mengalami kegagalan. Justru itulah, maka puasa ini bukan hanya sekedar kewajiban, akan tetapi sudah merupakan kebutuhan.
Menurut analisa atau hasil penyelidikan Dr. Robert Partolo dari Amerika, puasa adalah usaha yang sangat baik untuk menyelamatkan tubuh manusia dari kuman-kuman, diantaranya kuman Syphilis yang banyak membinasakan darah manusia.
Dr. Peter Schimidberger dalam bukunya Zero diet menjelaskan, bahwa puasa bukan sekedar untuk melangsingkan tubuh, akan tetapi merupakan sarana yang paling efektif untuk penyembuhan berbagai macam penyakit atau gangguan tubuh. Dengan puasa akan membuat larutnya gumpalan lemak (kolestrol) bersama dengan sisa-sisa makanan yang mengandung zat-zat beracun.
Sebagian besar (jumhur) ahli-ahli kesehatan sepakat mengatakan,bahwa alat pencernaan (perut) adalah merupakan sumber dari berbagai macam penyakit. Hal ini sejalan dengan ajaran Nabi yang dilukiskan para hukamah yang berbunyi: Al-bithnu ashlid-daai wal miyatu ashlud-dawaa i (Perut itu pangkal segala penyakit, dan memeliharanya itu pangkal dari pada pengobatan).
Perut merupakan terminal dalam tubuh. Tempat dimana berlabuh dan berhenti segala makanan dan minuman. Ikan, daging, nasi, sayur, dan segala makanan dan segala macam bertumpuk disana dan tersimpan dalam beberapa waktu. Justru itulah perut dibersihkan setidaknya sekali dalam setahun dengan jalan mengerjakan puasa.


FAKTOR PSIKOLOGI

Dokter Carel yang pernah mendapat hadiah nobel mengatakan: ketentraman yang ditimbulkan karena ibadah dan do’a, merupakan pertolongan besar bagi pengobatan. Maka kalau kita kaitkan antara ibadah puasa dengan kejiwaan (Psikologi) sebagai alat penyembuhan suatu penyakit, memang mempunyai hubungan yang erat. Disamping itu membuat seseorang menjadi lebih gembira terutama ketika setiap akan berbuka. Hal itu dilukiskan oleh Nabi saw dalam haditsnya yang berbunyi:
للصائم فرحتان يفرح بهما فرحة عند إفطاره وفرحة عند لقاءربه.
Artinya: “Orang yang berpuasa mengalami dua kegembiraan, yaitu kegembiraan diwaktu berbuka puasa dan kegembiraan ketika berjumpa Tuhanya. Hadits Sunan Ibnu Majjah .
Perasaan gembira ktika berbuka itu memang luar biasa. Sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata, dengan angka dan aksara. Maka apabila kita kaitkan dengan ketentraman jiwa dan perasaan gembira dengan usaha penyembuhan atau alat pertolongan pada pengobatan sebagaimana yang dikatakan oleh Dr. Carel, berarti puasa termasuk dalam bahagian itu (pengobatan).

ASPEK SOSIAL
Dalam hubungannya dengan bulan puasa Ramadhan, bentuk-bentuk aktiviti sosial hendaknya digalakkan dan digandakan dari bulan-bulan lainnya. Sebab bulan puasa dalam Islam merupakan bulan kebaikan, rahmat dan pengampunan (maghfirah). Oleh karena itu bulan puasa hendaknya dijadikan sebagai bulan sosial yang bisa menyelesaikan problematika sosial umat Islam terutama pengentasan kemiskinan.
Sudah menjadi naluri seorang muslim, ketika akan memasuki bulan puasa, benih-benih kesosialan akan muncul sendiri dari batin insan mukmin. Perasaan peka ini timbul tanpa diundang ataupun dipaksakan. Oleh kareana itu, dalam bulan puasa ini kita akan menyasikan berbagai kegiatan sosial. Di antara bentuk kegiatan sosial dalam bulan puasa adalah menyediakan buka puasa bersama, menyedekahkan harta, mempererat hubungan silaturrahim antara keluarga dan lain-lain.
Dari kegiatan sosial ini akan kelihatan jelas hakikat puasa bagi seorang muslim. Jika seorang muslim membiasakan diri memberi bantuan pada bulan puasa, maka hendaknya kebiasaan itu dilanjutkan pada bulan-bulan berikutnya. Dengan sikap seperti ini, sudah dapat dipastikan tercipta kebersamaan dan persatuan umat Islam untuk mengentaskan kemiskinan.
Dengan demikian, seorang muslim dalam bulan puasa Ramadhan dapat memberikan harapan kehidupan yang optimis pada jiwa saudaranya yang hidup dalam kemiskinan.
Dalam konteks sosial umat islam saat ini, zakat perlu ditingkatkan, sebab zakat merupakan instrumen penting seorang mu’min. Karena zakat itu sendiri berada pada posisi kedua dari rukun Islam. Dan ini menandakan betapa pentingnya peranan zakat dalam Islam. Dan ini terbukti dari beberapa firman Allah swt, manakala perkataan shalat selalu bergandengan dengan perkatan zakat. Sebagai contohnya, di dalam al-Qur’an disebutkan:
وأقيموا الصلاة وآتوا الزكاة وركعوا مع الراكعين.
Yang artinya: “Dan dirikanlah Sholat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk. Al Baqarah: 43.

Dan masih banyak lagi ayat lain seperti: al-Baqarah: 110. an-Nisa’: 77. at-Taubah: 5, 11. al-Hajj: 41, 78. an-Nur: 56. al-Mujadilah: 13. al-Muzammil: 20. al-Anbiya: 73. 
Dari sekian ayat di atas, pesan yang dapat ditangkap adalah bahwa zakat merupakan media komunikasi hamba dengan Allah. Di sampng itu zakat merupakan instrumen Allah kepada hambanya untuk memanusiawikan manusia. 
Pada permulaan tulisan ini disebutkan bahwa salah seorang tokoh orientalis bernama Ricardo de Monte Croce, mengakui kemapanan dan kemampuan zakat dalam mengentaskan kemiskinan. Dan zakat merupakan bukti bahwa Islam sangat memperhatikan nasib orang miskin. Sebab zakat ini merupakan sarana pemerataan hidup dengan target meminimalkan angka kemiskinan. 
Betapa tidak, seorang mukmin tatkala mengingkari kewajiban zakat ini akan digolongkan sebagai orang kafir. Sebab seorang muslim akan diukur nilai ketaatannya dalam mengamalkan Islam dari aspek zakat. Dalam artian, iman seseorang belum mencapai tahap kesempurnaan kalau belum mengeluarkan kewajiban zakatnya.
  HIKMAH HAJI
1.   Aspek Sosial
Berkumpulnya umat Islam dari seluruh penjuru dunia, dengan berbagai ras, bangsa dan bahasa, merupakan satu momentum untuk mempererat tali persaudaraan, serta untuk bermusyawarah memecahkan problema-problema bersama, sambil menampakkan ke dunia luar syiar Islam serta persatuan dan kesatuannya.[4] Islam juga mengajarkan adanya persamaan, yaitu sama-sama beribadah dan bertaqwa kepada Allah Swt, tanpa membedakan antara kaya dan miskin, pandai dan awam.[5]
Haji merupakan ibadah yang wajib dilaksanakan apabila seorang hamba telah mampu. Allah Swt mensyariatkan ibadah haji agar umat Islam berkumpul di satu tempat dengan berbagai jenis bangsa, aliran, dan berjauhan negara serta daerahnya. Apabila umat Islam berkumpul dari tempat yang jauh, niscaya terjadi perkenalan dan persahabatan.[6] Bangsa Arab berkenalan dengan bangsa India, bangsaTurki berkenalan dengan bangsa Cina, bangsa Jawa berkenalan dengan bangsa Dayak, bangsa Banjar berkenalan dengan bangsa Maroko dan demikian seterusnya. Jadi, dengan adanya pertemuan umat Islam sedunia, timbul rasa persaudaraan, dan dapat saling bertukar kepentingan dunia dan akhirat, maka dari ibadah haji ini diperoleh hikmah adanya persamaan, persatuan dan perdamaian.     

2.   Aspek Ekonomi
Al-Qur’an secara tegas menyatakan bahwa berjual beli di bolehkan pada musim haji (Q.S.Al-Baqarah: 198) sehingga dengan berkumpulnya kaum-kaum muslim dalam satu lokasi dan dengan jumlah yang demikian besar memberikan kesempatan untuk mengadakan hubungan perdagangan/ekonomi baik secara langsung ketika itu, maupun tidak langsung.[7] Suku bangsa yang satu mengenal keadaan perdagangan, perindustrian, pertanian, dan manfaat lain yang ada pada bangsa lain.

3.   Aspek Etika
Kedatangan kaum muslimin ke Makkah sebagai pemenuhan panggilan Allah Swt yang dikumandangkan oleh Nabi Ibrahim as dan peneladanan beliau demikian pula kedatangan mereka menziarahi kuburan Nabi Muhammad SAW, walaupun ziarah tersebut tidak termasuk dalam rangkaian ibadah haji yang di wajibkan tetapi merupakan pengakuan jasa-jasa Nabi nabi tersebut serta pernyataan penghormatan dan pengagungan kepada mereka.[8]

4.   Aspek Kejiwaan
a)   Ketentraman Jiwa
Haji adalah salah satu cara untuk membersihkan jiwa dalam arti bahwa seseorang yang berada dalam lingkungan Ka’bah merupakan arah dan tempat ketika di jadikan Allah Swt untuk menghadap kepada-Nya, akan merasa dekat denganNya sehingga ia menyampaikan keluhan dan harapannya dalam suasana kedekatan tersebut dan hal ini menimbulkan rasa kelezatan rohani dan ketentraman jiwa yang tidak terlukiskan.[9]
b)   Pendidikan Akhlak
Jika orang hendak melakukan haji, sebelum keluar dari rumahnya bertaubat kepada Allah Swt, mengganti dan berniat tidak melakukan dosa dan kejahatan lagi. Tidak melakukan semua ibadah haji melainkan ia berkeyakinan bahwa Allah Swt mengampuni dosa dan menghapusnya dari catatan-catatan amal perbuatannya.[10]
Jika dibujuk oleh hawa nafsunya untuk melakukan dosa, ia mengusir nafsu untuk berbuat jahat dan menundukkan kebinalannya, dan segera bertaubat. Jika orang yang melakukan haji dibujuk oleh hawa nafsunya untuk melakukan dosa atau kejahatan, dia tidak lepas dari manusia di sekitarnya yang mendidik dan memandang dosa itu dengan matanya sebagai keburukan.[11]
c)   Menyemai Keinsyafan
Ibadah haji pasti memberi keinsafan yang kita pasti akan bertemu Allah Swt hanya dengan bekalan amal kebaikan dan taqwa. Pangkat dan harta hanyalah perhiasan duniawi.
d)  Meningkatkan Rasa Syukur
Meningkatkan rasa syukur sedalam-dalamnya atas segala karunia Allah Swt sehingga mempertebal rasa pengabdian kepadaNya.[12]
e)   Mempertebal Rasa Sabar
Mempertebal rasa sabar dan meningkatkan ketaatan terhadap ajaran-ajaran agama. Selama menjalankan ibadah haji, merasakan betapa berat perjuangan yang di hadapi untuk mendapatkan keridhaan Allah Swt.

5.   Aspek Ibadah
Dalam pelaksanaan ibadah haji, nampak secara jelas aspek-aspek ibadah, yang dapat dilihat dalam tata cara yang ditetapkan. Tata cara tersebut apabila di tinjau secara lahiriah, tanpa memperhatikan makna-makna yang terkandung di dalamnya, dapat menimbulkan kesalahpahaman-kesalahpahaman, seperti berkeliling (tawaf) di Ka’bah, berjalan mondar mandir antara bukit Shafa dan Marwah, melontar batu-batu kecil dan sebagainya, namun walaupun hal-hal tersebut belum/tidak di pahami oleh seseorang ia harus melaksanakannya sebagai tanda tunduk, patuh dan meneladani Nabi SAW.



No comments:

Post a Comment

makalah tentang gua sunyaragi

TUGAS PAI "GUA SUNYARAGI" Disusun Oleh :  .................................... .................................. ...